Selasa, 30 Juni 2015

SAYUR DAN BUAH JUGA MAKHLUK HIDUP; JADI, TAK LAYAK DISANTAP !?!?!

Selasa, 30 Juni 2015

Menyebarkan kabar tentang vegetarian/vegan kepada orang lain, berarti menyatakan juga mengapa saya tidak tidak menyantap daging dan ikan, bahkan tidak menggunakan produk-produk yang mengandung dan berasal dari hewan.
(Seperti ini?)


Artinya: segala jenis hewan, bagi vegetarian/vegan, adalah makhluk hidup. Mereka punya hak untuk hidup. Ketika menyatakan alasan ini, orang balik menambahkan; kalau begitu, segala sayur dan buah juga tidak pantas dimakan. Karena sayur dan buah juga makhluk hidup. Mereka tumbuh dan berkembang.
Mendengar jawaban balik seperti ini, rasa-rasanya secara spontan saya akan balik menjawab dengan nada marah: sembarangan saja Anda berkata seperti itu. Hewan yang lebih dekat ciri-cirinya dengan manusia saja, biasa  Anda santap dan korbankan. Dan sekarang Anda ingin menyatakan bahwa sayur dan buah juga tidak pantas disantap?!?!!


Tapi, tentunya saya tidak bisa menjawab dengan emosi. Nantinya, saya justru mengorbankan perasaan sesama manusia. Padahal, saya tidak membunuh/ menyantap hewan, karena saya tidak ingin mengorbankan makhluk hidup. Jadi, sedangkan hewan saja tidak ingin saya korbankan, apalagi sesama saya: manusia.
Maka, sayapun berusaha untuk tetap tenang, tidak emosi; dan menjelaskan bahwa manusia yang peka, akan merasakan bagaimana hewan berusaha melepaskan diri semampunya, ketika manusia menangkapnya. Bahkan, hewan-hewan tertentu, akan menunjukkan wajah-wajah sedih dan takut manakala mereka ada dalam sakratul maut , di tangan manusia. Wajah-wajah takut, sedih, dan sakit yang ada pada sapi, kambing dan sebagainya, mungkin tak ada pada ikan. Tapi, tetap saja ; ikan juga akan berusaha lepas dari perangkap untuk bertahan hidup. Yang dilakukan oleh hewan-hewan itu, entah dengan wajah ketakutan ataupun tidak, dilakukan juga oleh manusia manakala manusia mengalami ancaman.
Itu tentunya beda dari sayur dan buah-buahan. Tidak ada sayur atau buah yang lari ketika manusia hendak memotongnya. Tidak ada dari mereka yang berteriak ketika dikorbankan.

Saya pikir, inilah alasan mengapa orang-orang yang peka dan sadar akan kehidupan, tetap akan menyantap sayur dan buah; 

Minggu, 28 Juni 2015

VEGAN VS RELIGI?


PEMULIHAN YANG . . .

Sabtu, 27 Juni 2015

Hari Sabtu sore, seperti biasa, saat pertemuan untuk kelompok doa walau khusus untuk beberapa orang saja; pertemuan untuk lebih memantapkan persiapan pada hari Selasa nanti. Saya pikir-pikir, timbang-timbang, rasa-rasanya, akan hadir atau tidak. Saya tidak ingin hadir jika hanya akan membawa energi negatif untuk kelompok. Tapi, sepertinya ada keinginan untuk turut hadir.
Saya akhirnya memutuskan untuk hadir. Seperti biasa, pada pertemuan hari Sabtu, masing-masing mendapatkan kesempatan besar untuk berbagi pengalaman. Saya bersedia membagikan pengalaman saya, di bagian akhir. Sebelumnya, saya mendengar banyak dari teman-teman saya. Soal kelayakan atau tidak, soal rasa bersalah, dan sebagainya. Ketika diberi kesempatan, saya mengisahkan perasaan saya yang sedikit banyak mirip dengan yang juga mereka share. Dari sharingmereka, saya mendapatkan suatu penguatan. Tidak percuma saya putuskan untuk hadir. Saya pun membagikan pengalaman saya sambil berharap, saya tidak membagi energi negatif/pesimis untuk mereka.
Jika mereka mengungkapkan macam-macam rasa dalam pelayanan, maka saya menyatakan bagian saya. Ketika saya merasa . . . . . ., maka saya mengatasinya dengan tidak merasakannya sama sekali. Saya mematikan rasa tertentu untuk bisa pulih. Tapi, . . . harus saya akui, mematikan rasa justru tidak membawa pemulihan.

Lantas, apakah yang bisa membawa pemulihan?

Salah satu yang dibutuhkan, ialah penyingkapan. Ketika saya hadir dalam kelompok, saya mendengar dari salah seorang yang mendapatkan anugerah visi “ilahi” bahwa dia sementara mendoakan orang yang tidak percaya. Bagi saya, dalam arti tertentu, sayalah yang didoakan.

Saya memang heran dengan teman saya yang punya “visi” ini. Dia sepertinya mampu melihat kedalaman orang lain termasuk saya, tapi tetap melihat saya seperti diri saya yang lama. Tapi, okelah. Penyingkapan yang ada dalam doanya, akan membawa pemulihan untuk saya.

Jumat, 26 Juni 2015

DUKA

25 – 26 Juni 2015

Peristiwa duka kemarin, berlanjut hingga kini. Jenazah masih disemayamkan di rumah duka. Seorang ibu yang baik, rajin, karena itu patut diteladani. Kepergiannya ditangisi oleh banyak orang; tak hanya kaum keluarganya. Saya membantu memesan dan membawa karangan bunga ke rumah duka. 



Saya pun mendapat SMS pemberitaan proses pemakaman, yakni pada hari sesudahnya. Kembali saya berencana untuk tidak menghadiri upacara pemakaman. Mengapa? Apakah saya tidak akan mendoakannya? Oh, ya. Tentu saya akan tetap turut berdoa untuknya!Tapi, satu hal yang ingin terjadi dengan saya jika saya harus mengalami kematian seperti dia: saya ingin mendonorkan organ-organ tubuh saya. Sisanya, saya ingin memberikannya untuk para calon dokter sebagai bahan praktikum anatomi. Kalau toh dimakamkan, itu butuh waktu lama, tidak langsung sehari, 2 hari, bahkan seminggu sesudah kematian. Menjadi bahan praktikum, bisa butuh waktu panjang: mungkin bisa tahunan? Saya tak tahu.

Bagi saya, pemakaman termasuk budaya tradisional yang tak ingin saya lalui. 

Rabu, 24 Juni 2015

AnyMP4 Video Converter

Rabu, 24 Juni 2015

Selamat pagi. Kali ini saya ingin share, membagikan pengalaman kecil kemarin; saat saya pikir dalam kelompok doa, seorang teman akan menanyakan video tentang pengorbanan yang pernah dia minta. Sebenarnya, sudah ada beberapa video yang saya pikir cocok / sesuai permintaannya. Tapi, siang harinya saya tetap coba mengunduhnya lewat youtube. Proses pengunduhan pun selesai.
Sayangnya, video itu tak bisa dibuka di laptop. Aneh juga. Untunglah, teman saya rupanya belum membutuhkannya ketika kami bertemu.
Hari ini, saya mencoba membuka video itu, tapi terlebih dahulu saya mengconvertnya dengan program AnyMP4 Video Converter. .........
Dan, hasilnya --à

Laptop “Tak Bisa” Install Ulang?

Senin, 22 Juni 2015

Pagi itu, saya sedang mengetik tata perayaan untuk syukuran yang sangat penting. Datang seorang bapak, bercerita tentang laptopnya yang bermasalah. Ketika dipasang, laptop memang hidup dan berproses. Tapi, itu tidak sampai pada tahap penggunaan.



Saya pun merasa bisa mengatasinya. Masalah seperti itu, biasanya bisa diatasi dengan install ulang. Saya melanjutkan lagi pengetikan. Laptopnya diserahkan kepada saya.  Sesudah menyelesaikan pengetikan, sayapun kembali berhadapan dengan laptop yang akan diinstal ulang.

Betapa terkejut saya, proses penginstallan sepertinya tidak bisa berlanjut. Saya rasa, harus menyerah saja. Saya biarkan proses yang sepertinya tak berlanjut, tapi saya tak matikan laptop ..  . . . . . Hingga, sepertinya mukjizat terjadi.


Kamis, 18 Juni 2015

Roti Kebab (Turki) Vegetarian?

Kamis, 18 Juni 2015


Sementara pengolahan batu, saya sedikit berjalan melihat-lihat apa yang ada di samping tempat pengolahan batu. Ada kios Roti Kebab Turki. Sayapun memesan yang vegetarian.
Roti kebab, bukanlah suatu produk vegetarian. Kita perlu memesan sejelas-jelasnya supaya makanan itu masuk pada kriteria yang tanpa mengandung pebunuhan atau penyiksaan atas makhluk yang dikelompokkan sebagai hewan. Sayangnya, saya tidak mencegah penjaga kios untuk tidak menaruh mayonais dan keju pada roti pesanan saya. . . . . . . . Mau batal, sudah tidak bisa. Akhirnya, bolonglah saya pada hari ini, dalam hal vegetarian/vegan.

Sayang sekali , memang. Lain waktu, saya akan menjadi agen yang lebih konsisten dan berani.

BATU AKIK? PANTAS SAJA KALAU BOOMING

Rabu, 17 Juni 2015

Ketika batu akik mulai mem-booming, saya tidak merasa perlu memperhatikan dan mengaguminya. Untuk saya, itu sekedar membuang waktu dan tenaga. Hingga suatu waktu saya harus menyatakan lain……
Hari ini, saya dihantar ke tempat pengalahan batu akik – sebenarnya bisa segala model batu. Saya melihat prosespengolahannya.
Melihat apa yang mereka lakukan, saya juga ingat pernah menonton di televisi bagaimana cara mendapatkan batu. Orang harus menggali begitu dalam sekitar 20-an meter; tidak hanya secara vertikal tapi juga secara horisontal. Saya melihat betapa sulit bahkan bahaya mereka bekerja.

Dalam pemotongan, pengikisan dan pemolesan batu, ada juga risiko cedera karena alat itu begitu tajam. Maka, sayapun salut dan mengakui: pantaslah dan wajarlah jika saat ini batu akik itu begitu booming. Keindahan, keuletan, risiko . . . . . . Kita bisa melihat itu semua, bahkan lebih dari sebuah batu.

Kurban Tubuh yang Berharga: donor organ – cadaver – plastinasi


Kembali dari kebun, sore itu saya menghadiri ibadah kelompok doa. Ibadah yang penuh keriangan dan keteduhan. ... Hingga kembali saya mendengar renungan yang ada kaitannya dengan renungan pada Selasa yang lalu: tentang pencobaan / ujian.
Begitu jujur sang pengkhotbah hingga mengungkapan pengalamannya sehari-hari. Renungan yang demikian, memang menjadi favorit saya. Indahnya kejujuran. Tapi kemudian sang pengkhotbah mengungkapkan apa yang saya akui pada hari Sabtu sebelumnya: saya mengalami cobaan yang begitu kuat untuk tidak lagi terus menjadi seorang . . . . Saya tidak tahu, entah yang lain sudah mengetahuinya, atau tidak juga menangkap hal yang sungguh-sungguh benar lewat sang pengkhotbah. Bagi saya, kalau toh tidak melalui saya langsung, biarlah mereka mengetahuinya lewat orang atau cara yang lain.
Usai ibadah ini, saya juga tidak memperjelas apa yang telah diungkapkan oleh pengkhotbah. Yang jelas, mereka toh tetap menyapa saya seperti cara yang lama. Dan, sayapun diminta untuk membawakan ibadah duka di rumah salah seorang anggota kelompok doa, sehubungan kematian ibundanya.
Sayapun bersama-sama kelompok doa ini untuk menuju rumah duka. Dalam permenungan, saya membawakan suatu renungan yang jelas-jelas berbeda dari biasanya; karena saya mengungkapkan mengenai kurban tubuh bahkan ketika sudah meninggal.
Ketika manusia meninggal, sudah menjadi hal yang umum jika di budaya kita, diadakan upacara pemakaman. Tapi, sekali saya pernah memimpin acara kremasi. Bahkan, yang saya rindukan ialah bisa memberikan sebagian tubuh saya sebagai donor untuk orang yang membutuhkan. Sisanya, dijadikan alat praktikum untuk mahasiswa kedokteran. Inilah yang diistilahkan dengan cadaver. Selesai dijadikan alat praktikum, jasad akhirnya dimakamkan. Tapi, saya sebenarnya tak akan bersedia untuk dimakamkan. Jalan yang terakhir yang bisa dijadikan, ialah proses plastinasi (mbah google: plastination-dr.Gunther von hagens).

Inilah kurban tubuh yang berharga. Saya tentunya belum mempersiapkan ini. Ini adalah saat manusia mengalami kematian. Yang akan saya tempuh dan siapkan saat ini, ialah bagaimana menempuh hidup ini untuk bisa berkorban dan kemudian dengan percaya diri dan keyakinan, mengungkapkan keinginan berkorban sedemikian besar: donor organ – cadaver – plastinasi.

INDAHNYA KEJUJURAN

Selasa, 16 Juni 2015

Untuk pertama kali dalam New Episodes of My Life, saya pergi ke kebun. Pekerjaan di sini: menyiram tanaman (buah naga), membersihkan pekarangan dari rerumputan, dan mencangkul untuk menggemburkan kembali tanah. Ketika membersihkan lahan dari rerumputan, tanpa sengaja saya bersama ayah saya menemukan sebuah semangka. Di samping lahan kami, ada lahan lain yang ditanami semangka. Ayah saya yang sudah mengenal bapak, yang mengolah lahan di samping dan menanaminya dengan semangka, membertahukan kepadanya bahwa kami menemukan semangka yang kemungkinan berasal dari lahannya. Kami berpikir, jangan-jangan ada yang hendak mengambil semangka itu tanpa izin kemudian  meletakkannya di lahan kami untuk sementara. Siapa tahu? . . . . . .
Ayah saya kemudian memberitahu sang bapak bahwa kami menemukan semangkanya – mungkin – yang ada di lahan kami. Sang bapak begitu baik. Dia mengatakan supaya kami memakan saja semangka yang ditemukan. Tentu saja kami tidak langsung memakannya. Kami datang ke tempatnya, bercakap-cakap. . . .. .

Di akhir percakapan, dia pun kembali menambah lagi 1 semangka untuk kami. Bahkan, dia masih menambahkan bibit semangka. . . . . Wah, hitung-hitungan sederhana: kejujuran untuk 1 semangka, membawa 2 semangka dan bibitnya untuk kami. Indahnya kejujuran. . . . .

Dia yang Tergantung di Salib // Tuhan Suatu Waktu Diam

Minggu, 14 Juni 2015

Seorang bapak menyatakan bahwa dia memang banyak kali mendampingi orang-orang yang hendak menikah atau yang ada dalam permasalahan nikah. Tapi, mengenai panggilan, serahkanlah kepada yang tergantung di dinding (di salib).
Suatu waktu, Tuhan diam, dan manusia perlu menatapNya dalam keheningan untuk sadar akan kehendakNya à demikian pula sang bapak berujar.
Pikiran empiris dan hati yang rada-rada berontak, seakan membuat saya menjawab: Memang Tuhan selalu diam, dan kitalah manusia yang menafsirkan kehendakNya.
Suatu jawaban keras, bahkan kasar dari saya, tapi saya kini tersadar, bahwa Tuhan mungkin diam – tapi bukan berarti Dia tidak bertindak. Dalam banyak kesempatan saya berseru bahwa Tuhan bertindak. Dalam banyak hal saya menyatakan Tuhan melakukan karya bukan hanya yang tertulis dalam KS. Dalam dialog-dialog dengan kaum muslim, saya sering mencobai mereka dengan bertanya: mana karya Tuhan/Allah dalam hidup mereka. Kebanyakan tidak bersedia mengungkapkan peran Allah secara pribadi dalam hidup yang mereka jalani. Sebagai gantinya, mereka mengutip Quran dan Hadits. Hal yang sama juga terjadi ketika saya bertanya kepada orang Kristen. Jawaban mereka seringkali tak berbeda: hanya Alkitab dan Sejarah kekristenan yang membedakan jawaban orang muslim dan orang kristen. (Jika jawaban orang beragama mengenai pertanyaan saya hanya berupa kutipan-kutipan, wajar saja kalau orang-orang agnostik makin bertambah. Memang, secara statistik, perkembangan orang yang memutuskan menjadi agnostik masih di bawah perkembangan umat beriman. Tapi, ini tetap perlu dicermati)
Rupanya, pertanyaan yang sama kini saya berikan kepada diri saya sendiri; 

MENGAPA RELA MENJALANI HIDUP BARU . . .

Minggu, 14 Juni 2015

Malam ini, saya berjumpa dengan seorang bapak. Dia masih menganggap saya seperti orang yang pernah bertugas di gereja ini. Saya mengungkapkan yang sebenarnya meskipun tetap sulit juga untuk menyatakan sama sekali bahwa saya sudah menjadi orang yang “baru”.
Sebagai diri yang bukan lagi seperti “dulu”, saya memang bertanya: hal apa yang membuat saya memang sungguh-sungguh tidak menyesali menjadi diri sebagaimana kini. Dan, salah satu jawaban yang saya peroleh, sesuai dengan browsing saya di internet pada sore hari.

Persephonee Norma Nefzeger Banks. (gannett-cdn.com)
Gambar di atas adalah gadis cilik bernama Persephonee Norma Nefzeger Banks. Saya temukan dia ketika browsing di sore hari. Dia adalah gadis cilik berusia 5 tahun yang sebelum meninggal, mendonorkan beberapa bagian tubuhnya untuk orang yang membutuhkan. Masih ada beberapa orang yang melakukan hal yang sama, tapi intinya, saya ingin menjadi seperti mereka. Keinginan ini, memang sudah ada di benak saya bahkan ketika masih dalam kelompok...
Ketika menemukan orang-orang baru yang telah menjadi pendonor organ, saya kemudian menyadari bahwa alasan inilah juga (ada juga alasan-alasan lain yang lebih awal –baik internal maupun external) yang menyebabkan saya mau menempuh cara hidup yang “baru”.
Di awal keingian saya untuk menjadi pendonor organ, saya juga bersedia menjadi cadaver, jika saat itu tiba. Dan, yang sangat kental dalam diri saya, mungkin ini keinginan saya yang ingin menjadi unik/lain daripada yang lain (entahlah): saya tidak ingin dimasukkan di liang lahat! ***
Wow, suatu niat yang luar biasa. Tapi, menurut Sachiko Mawaddah Lestari, putri tunggal dari almarhum Fitri Mardjono, sesudah “bertugas” sebagai cadaver, ayahnya akan dimakamkan juga. Artinya, kita bisa menjadi pendonor organ sekaligus cadaver (jenazah kita dipakai untuk pelajaran anatomi calon dokter) tapi tetap kita akan dimasukkan ke liang lahat jika sudah tak dibutuhkan lagi.
Sayapun membuat kontak via internet, pihak dokter Gunther von Hagens

Dokter ini memiliki musem “manusia”. Jasad manusia dibentuknya dengan proses plastinasi sehingga memiliki rupa-rupa gerakan dan bentuk; ada yang seperti sedang bermain catur, sepak bola, berkuda, dsb.
He hehe...... Mungkin obsesi saya sudah keterlaluan. Sayangnya, dokter tersebut berada jauh dari sini. Keterlaluan mungkin niat mulia ini, keterlaluan juga niat saya untuk menjadi unik (extraordinary). Tapi, inilah salah satu alasan saya untuk kemudian menerima jalan hidup yang baru.

Jika saya masih dalam cara “lama”, saya akan terikat dengan aturan kelembagaan dan kepemimpinan yang ketat. Dalam kehidupan sekarang, ikatan itu mungkin lebih dekat dengan keluarga. Dan, semoga cita-cita ini bisa terlaksana kelak. Sambil tetap berkarya dalam anugerah kehidupan yang Tuhan percayakan.

HARGA PENGAKUAN

Sabtu, 13 Juni 2015

Kelompok Doa, persiapan untuk hari Selasa 16 Juni nanti. Sore, menjelang malam hari, di hadapan 7 orang yang lain saya mengakui siapa saya saat ini. Diri yang tak lagi seperti yang dulu. Tapi, seorang hamba yang tetap ingin bersedia melayani dalam cara yang baru, lebih khusus, lebih rinci.
Kelompok doa ini adalah keluarga saya selain yang ada di rumah. Mereka mengaku tetap menerima saya apa adanya dalam pelayanan dan kekeluargaan. Awalnya, bukanlah suatu yang ringan bagi saya untuk mengaku di hadapan mereka. Tapi, saya harus jujur dan ikhlas. Kata-kata peneguhan dari seorang yang biasa memimpin penyembahan, terdengar: “Tuhan tidak pernah salah”.

Ya, benar. Tuhan memang tidak pernah salah. 

Saya merasa tidak punya kekuatan “bargain”

Tak ada yang mencegah saya menjalani cara hidup yang baru. Tak ada yang menyesal ketika saya . .. . .  . Oh, ya. Mungkin ada beberapa. Tapi, itu sepertinya takkan lama untuk mereka.
Saya melihat yang telah saya lalui, ..... Sepertinya, tepatlah jika reaksi orang hanya seperti ini saja. Saya sepertinya tak punya nilai berarti. Kemudian saya berjumpa dengan orang yang senang membagi pikiran-pikiran positifnya.
Sebelumnya, saya sempat membaca tulisan mengenai seorang gadis yang memiliki sindrom langka. Betapapun banyak makanan yang dilahapnya, dia tetap saja kurus. Tubuhnya tak bisa menyerap lemak. Jika melihat tubuhnya, saya tidak percaya jika ia adalah salah seorang motivator yang sukses di Amerika.. . . . . Elizabeth Lizzie Velasques

https://www.youtube.com/watch?v=pLAA6nuSFn4
Saya menimba semangat positif dari dua orang itu. Satunya saya jumpai dan berkomunikasi secara langsung, satunya lagi saya jumpai lewat tulisan orang lain.

MENGAPA SAYA TIDAK MENJADI AGNOSTIK . . . . .

Kamis, 11 Juni 2015

Pernah saya berpikir, bisa-bisa menjadi seorang agnostik jika tujuan dan kerinduan tidak tercapai. Tapi, nyatanya saya kini tetap berseru pada Tuhan dalam cara yang ada dalam agama lahir saya.

MENGAPA SAYA TIDAK MENJADI AGNOSTIK . , , . .

Pernah saya berpikir, bisa-bisa menjadi seorang agnostik jika tujuan dan kerinduan tidak tercapai. Tapi, nyatanya saya kini tetap berseru pada Tuhan dalam cara yang ada dalam agama lahir saya.

What are still remaining? ----

Rabu, 10 Juni 2015

What are still remaining? Apa yang sebenarnya masih tetap tersisa, adalah pertanyaanyang masih tetap saya ajukan hingga misa pagi.
Usai misa pagi, ibu-ibu lanjut dengan perbincangan ringan. Seorang ibu langsung menyapa saya secara berbeda, seorang lagi tetap menyapa saya seperti cara yang lama. Yang sangat menggugat hati saya untuk berseru: kesehatan, iman Katolik.
Mengenai kesehatan, saya sebenarnya ingin menyerukan soal pola hidup vegetarian – bahkan vegan. Tapi entah mengapa pola hidup yang saya jalani sekarang, tidak lagi begitu getol saya dengung-dengungkan atau gemakan kepada orang lain. Padahal, pola hidup ini adalah pola hidup bukan hanya demi kasih kepada sesama, tapi juga kasih kepada semesta.
Mengenai iman Katolik, saya lebih menjadi pendengar mengenai gugatan orang terhadap Maria dan tuduhan yang tidak benar bahwa hanya dalam Katolik – praktek doa disertai uang berjalan.

Rupanya, 2 hal ini yang juga saat ini tersisa dalam diri saya: menjadi agen vegan – meskipun tidak begitu langsung hal ini terkait dengan ajaran iman, dan menjadi peneguh iman. 

KELOMPOK DOA: WHAT ARE STILL REMAINING?

Sebagai seorang sekretaris di kelompok doa ini, saya merasa inilah salah satu bagian lama  yang tersisa. dalam cara hidup saya

Dalam penutup ibadah, saya masih diminta untuk menjadi saluran permohonan berkat. Kemudian, saya diminta membawakan katekese: perbedaan awam dan kaum tertahbis. Tentunya ini saya bawakan setelah pertemuan hari Selasa ini. Sesudah ibadah, mereka masih juga mengundang saya untuk turut dalam syukuran atas HUT salah seorang anggota. Kebetulan seorang anggota, tidak ingin mengikuti undangan itu. Saya juga lebih memilih untuk lanjut dalam penjelajahan online dengan fasilitas free wifi (he. .. he .. . he). 

DREAM COMES TRUE

Selasa, 9 Juni 2015

Setelah bermimpi aneh semalam, saya pun terbangun. Saya melihat kamar samping kamar tidur saya. Kamar yang sudah berubah fungsi menjadi gudang itu, begitu gelap, kotor, penuh sarang laba-laba, barang-barang di dalamnya tidak beraturan. .......



Salah satu impian kuat saya muncul: bersihkan dan rapihkan gudang ini. Bagus juga ini jadi komoditi heal the world; “menyembuhkan” dunia gudang agar jadi lebih teratur ketika dilihat dan, jika boleh – dinikmati.

Senin, 08 Juni 2015

Go Vegan (Jadi Vegetarian/Vegan)

Sabtu, 6 Juni 2015

Awalnya saya ingin mengikuti misa harian, jam 06.00. Tapi rupanya misa tak terselenggara. Saya bertemu dengan 2 orangibu. Karena sudah cukup kenal, salah seorang ibu mengajak saya dan ibu lainnya, untuk makan. Dia menawarkan untuk makan nasi kuning. Tapi, saya berterus terang bahwa sudah kurang lebih 3 bulan saya mempraktekkan vegetarian. Saya tidak makan hewan dan produk-produk turunannya.
Pembicaraan berlanjut. Kamipun mencari bubur Manado yang memang berbahan dasar sayuran. Sebelum tiba di tempat penjualan bubur Manado, kami berbicara mengenai apa yang menjadi pilihan makanan kami. Sayapun mengambil kesempatan ini untuk mengungkapkan alasan saya menjadi vegetarian (bahkan mungkin vegan).Saya menyatakan bahwa saya memilih vegetarian karena saya tidak mau lagi mengorbankan hewan demi kepentingan saya sebagai manusia.
Kedua ibu itupun mengerti meskipun tidak berarti mereka mengikuti pilihan yang sama dengan saya.
Pada saat menikmati bubur Manado, saya mengungkapkan suatu semangat dasar di balik menjadi vegetarian. Ketika saya tidak rela mengorbankan hewan demi kepentingan saya sebagai manusia, pada saat yang sama selayaknya saya tidak mengorbankan manusia demi diri saya.
Saya merasakan suasana pengertian dan salut dari kedua ibu. Jika saya boleh berharap, mereka juga suatu waktu memutuskan hal yang sama dengan saya.