Kamis, 03 September 2015

Meat-Eater can also go to heaven?!: Very very selfish argument

Kamis, 3 September 2015




Someday I debated with meat-eaters. We talked about love to creatures as a way to love God The Creator. I told about love and taking good care for animals. But then they said that meat-eater can also go to heaven.
I was very sure they chose meat-eaters not because of their love to fisherman, breeder, hunter or butcher or the similar. They just chose meat-eaters because of their taste or addiction to meat or lack of knowledgement.
Their argument was very very selfish one. How come the lover of Creator at the same time was “the killer” of the creatures.

I agree killing animal is not the same as killing human. But animal feels also pain, fear,  or sadness just like human. I don’t deny human still can go to heaven though killing animal. But, how selfish you are while you’re going to heaven in this pilgrimage you keep eating living beings that only have earthly life. Maybe a pig or a cow will not enter heaven, so why don’t you let that body enjoys life in this same earth? Why do you make that body’s life not longer? Naturally an animal can live about 10, 15 or 20 years then why do you make the life only a year or less? Don’t you have many other choices to survive?

I Blame . . . . .

Kamis, 03 September 2015



There is starvation in the world but vegans tell not to eat meat. There are many unemployees but vegans in a certain way tell no to fisherman, breeder, butcher and hunter. . . . There are many kinds of oppresion and killing to human beings but vegans say no oppresion and killing to animals.
But I don’t wanna blame vegans because they bring basic reason for compassion, love and sacrifice. They give a solution for hunger, global warming or any environment’s problems. I don’t blame vegans even I wanna become one of them.

And, what about the people I mentioned before who must do bad things to animal for a living? We have to find solutions together.

Rabu, 19 Agustus 2015

Jika Kumati

Senin, 17 Agustus 2015


Sebelum maut menjemput kita, selayaknya kita menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Tapi, saya saat ini ingin lebih membagikan keinginan saya, mengenai bagaimana saya pribadi ingin diperlakukan jika “saatnya” tiba. Orang-orang penting, seperti Jacklien Kennedy Onasis, telah jauh-jauh hari mempersiapkan kematiannya, bahkan bagaimana posisi peti dan jasadnya diperlakukan. Tapi, yang saya kagum dan ingin teladani ialah pasangan Fitri Mardjono dan Wiedari Pangesti. Mereka mewakafkan tubuhnya untuk kepentingan dunia medis; juga mendonorkan matanya untuk bank mata. Tahun 2009, mereka menandatangani perjanjian dengan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya di hadapan notaris menyangkut niat mulia mereka. Pada tahun 2011, sang suami, Fitri Mardjono kembali ke pangkuan ilahi. Maka jasadnya diserahkan sang istri dan anak mereka kepada pihak Universitas. Ada juga pasangan Soesanto dan Hana Rosilawati yang menandatangani perjanjian yang sama. Bahkan, niat pasangan ini diikuti oleh anak-anak mereka: Debora dan Samuel. Bahkan, di negara Wales ada peraturan bahwa mereka yang meninggal, organ tubuhnya otomatis didonorkan. Meskipun aturan ini masih diperdebatkan oleh warganya sendiri, saya senang jika saya menjadi warga Wales, karena tidak perlu repot-repot mengadakan perjanjian dengan notaris.

 Jika saatnya tiba, saya ingin seperti mereka. 

Hari Merdeka !!!

Senin, 17 Agustus 2015

70 tahun Indonesia ada dalam situasi kemerdekaan. Sedikit terbayang memang, 100 tahun yang lalu kita masih ada dalam penjajahan Belanda; tak bebas berkarya, ditindas untuk kepentingan bangsa penjajah, ada dalam belenggu kemiskinan dan kelaparan.
Bersyukur dan berterima kasih untuk hidup di zaman kemerdekaan ini. Tapi, apakah saya bangga menjadi orang Indonesia? Jika perasaan bangga menyiratkan suatu keadaaan nyaman dan cukup dalam hati, maka saya belum bangga menjadi seorang berbangsa Indonesia. Semoga ini bukan menyangkut semata-mata nasionalisme atau perasaan kebangsaan saya. Ini tentunya lebih menyangkut situasi dan cara pandang bangsa Indonesia seumumnya mengenai dirinya.
Orang Indonesia sering menyatakan diri sebagai bangsa yang berkeTuhanan, bangsa yang mendasarkan moralitas, ukuran nilai pada agama. Tapi, sebagian mereka lupa bahwa pengalaman dijajah (oleh Portugis, Belanda-350 tahun, Jepang-3,5 tahun) semestinya membuat bangsa Indonesia peka dengan model-model penjajahan. Pengalaman dijajah semestinya membuat kita waspada dengan penjajahan modern yang tetap berlanjut bahkan di era kemerdekaan. Sebagian kita mungkin bangga sebagai bangsa yang berdasar pada Ketuhanan, tapi tidak peka pada jeritan makhluk yang juga adalah ciptaan Tuhan. Kita telah dijajah oleh bangsa lain, tapi kita tidak menyadari bahwa kita sekarang sementara menjadi penjajah bagi makhluk lain – sesama ciptaan Tuhan.


Mengapa bangsa lain yang tidak begitu menjunjung agama, bisa peka dan tergerak manakala manusia menginjak-injak kehidupan hewan?
Sering saya muak dengan kebanggaan bangsa saya ini atas nilai-nilai Ketuhanan. Mengapa? Karena mereka menyatakan bertindak atas dasar iman akan Tuhan tapi memperlakukan ciptaan Tuhan sebagai komoditas. Lihat saja apa yang tersedia di atas piring, di pasar-pasar entah tradisional atau modern. Kita menemukan produk yang berasal dari pengorbanan makhluk-makhluk yang tak bersalah. Hanya karena mereka tak berakal, kita melanjutkan model penjajahan lain atas mereka. Inikah sosok bangsa yang berkeTuhanan? Mengapa kita kalah beradab dari bangsa lain yang katanya telah mengesampingkan agama? Karena dalam agama manusia memiliki tempat istimewa di mataTuhan? Inikah alasan mengapa manusia memperlakukan hewan hingga tubuh mereka ada di rak-rak penjualan dan paket-paket penyedap rasa?
Saya akhirnya harus maklum, semua ini diperlakukan bangsa saya karena kita “baru” merdeka selama 70 tahun. Bangsa lain yang “lebih” beradab, sudah merdeka lebih lama. Banyak dari warga mereka sudah bisa peka dan lebih waspada terhadap bentuk-bentuk penjajahan. Bahkan, bagi mereka kata  “penjajahan” tidak hanya berlaku atas manusia, tapi juga atas hewan.  Bangsa kita masih butuh waktu untuk sadar bahwa penjajahan dalam rupa-rupa bentuk di atas bumi harus dihapuskan, termasuk di bumi nusantara.

Merdeka bagi bangsaku! Merdeka bagi peradaban kita semua! Merdeka dari segala bentuk penjajahan!

Jumat, 14 Agustus 2015

VEGANISM IN BIBLE

Sabtu, 15 Agustus 2015



There is no verse in the bible that strictly tells us to be vegetarian nor tell us to be meat eaters. Some tells us it’s okay to eat meat but some tells us not to do that. I can mention Genesis 1:29-30 or Isaiah 11:6 that guide us to be vegan. But other can say Jesus’ life that brings us to eat fish and meat.
When I began veganism, I debated with other about veganism in the bible. Firstly, I didn’t know how to explain contradiction in the bible about veganism vs meat-eater. I was very sure that we mustn’t eat meat. As human we must be vegan whatever was written in the bible. In a harsh way, I wished to tell “you eat all things; you eat vegetables, you eat meat also; don’t you know your pork is from pig, your beef and milk are from cow, eggs are from chickens; your meal on your plate is from sentient beings; they were hurt before you enjoy your meal; if you can eat all things even being, then eat also your holy bible”.
That was I wished to say, but I didn’t. I learnt and learn. And I know that we mustn’t understand or find veganism in the bible. There are verses support veganism and there are also supporting meat eater. We must see the whole in the bible. I believe that in the beginning, people were vegan. When people became meat eater God tolerated. In the bible, people eat meat at Genesis 9:3. God said to Noah about Halal and Haram. I am sure people could eat meat only because there were not enough vegetables. So, it was in the past. In the present and I hope in the future also, we have and will have enough choices of vegetables to make us healthy.
We must remember also that some values and morality aren’t directly from bible. Example? Trinity, …… I simply say, there are more. You can mention the other?
Oh, yeah. I can mention the value or trust: God is love, but in Exodus 4:21 God did harden the heart of Pharaoh so he didn’t let the Israeli go. So, Value: God is love is not just directly from bible. It comes from the experience of believers. Value and morality are also come from the heart of human, not only from the writing and writer of Holy Bible. After all we did to understand veganism in the Bible, then the best way is. . . .. .  close our eyes even our bibles, open our heart to the pain of pig, cow, goat, chicken and all sentient beings that have to be sacrificed for our meals. Are we in the same situation when bible was written? Must we eat meat to survive? Or just for our stomach and tongue? Nowadays there are many and enough vegetables for us, human, to survive and keep healthy

If you do all of them and try again to find in bible, then eat your holy  .. . . . bible also.

Senin, 10 Agustus 2015

PEMAKAN DAGING JUGA ORANG BAIK

Minggu, 09 Agustus 2015


Saya banyak berjumpa dengan para pemakan daging. Bahkan sebenarnya, sebagian besar orang di dunia ini adalah pemakan daging. Jadi, tak heranlah jika para pemakan daginglah yang saya jumpai entah sebagai pengajar, pejabat, imam, dan sebagainya. Dan, orang-orang itu biasanya menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Mereka bahkan rela korbankan dirinya demi tugas yang diembannya.
Ketika saya menempatkan hewan sebagai makhluk yang merasa sakit, takut, dan segala macam perasaan ketika mereka hendak disantap manusia, saya merasa cinta dan tanggung jawab para pemakan daging ini belum lengkap. Mereka adalah ibu yang baik, ayah yang baik, pekerja yang baik, tapi mereka belum cukup baik untuk hewan. Saya mengerti, mereka seperti demikian karena mereka tidak paham. Ketika saya berusaha untuk membuka pemahaman mereka, sepertinya saya menjadi orang yang bersemangat untuk menghadirkan rasa sakit, takut dan derita yang dialami oleh hewan. Dan saya begitu merasa bahwa mereka perlu tahu bahwa hewan-hewan tidak selayaknya diperlakukan demikian.
Memang, para vegan-vegetarian belum tentu orang-orang yang baik dan sempurna dalam mencintai. Bisa jadi mereka tidak makan hewan tapi mengorbankan manusia atas cara tertentu. Para pemakan daging belum tentu juga orang-orang yang rakus. Mereka memang makan daging, tapi justru siap berkorban demi sesamanya manusia.
Maka, ketika hendak membuka pemahaman orang lain terhadap perlakuan yang selayaknya atas hewan, kebanyakan orang tidak sampai mengerti. Mereka terlanjur merasa bahwa perlakuan itu sudah sewajarnya dibuat oleh manusia terhadap hewan. Dari pengalaman saya selama 5 bulan sebagai vegan (memang beberapa kali bolong sih.....mmmh, sempat minum madu dan makan mentega, roti), saya tidak merasa ada yang mau menjadi sama seperti saya.
Saya tidak mau menyerah membawa pesan vegan ini. Sama seperti saya beberapa tahun yang lalu pernah mendengar pola hidup dan rasa ini, tapi belum langsung tergerak; demikian juga orang lain. Mereka mungkin tidak langsung menjadi vegan karena apa yang saya katakan mengenai hewan. Tapi, pada cara selanjutnya yang dilakukan oleh orang lain, semoga mereka bisa menjadi seperti saya.
Saya belum menyangka akan menjadi seperti sekarang, ketika bertahun-tahun yang lalu menerima ajakan dari seorang pemuda untuk menjadi vegetarian. Tapi 5 bulan yang lalu, ketika saya melihat pidato dari Gary Yourofsky, saya putuskan untuk menjadi sama dengan dia (mereka).

I will not give up.


Tapi, jujur. Ada saat ketika memberi penjelasan, saya menjadi seorang yang berbeda. Biasanya saya malu, berusaha sabar dan memahami situasi orang. Tapi, ketika memberi penjelasan saya sepertinya kehilangan kesabaran. Saya yang benar dan mereka salah. Ada suatu kesombongan yang saya tampilkan, bukannya bela rasa. Bahkan ada kebencian karena mereka merasa biasa saja dan berpikir sudah sepantasnya hewan itu diperlakukan sebagai santapan bagi manusia. Jadi, isu yang saya sampaikan, adalah isu yang kurang mendesak dibanding pengentasan kemiskinan, pendidikan, perdagangan manusia, narkoba, PILKADA dan sebagainya. Ada juga yang langsung membandingkan dengan Yesus. Yesus saja makan ikan, mengapa pengikutNya tidak?

Hello, . . . . OMG. Kalau mau buat banding-bandingan, mari kita tambah juga supaya lebih lengkap. Yesus saja tidak menikah, mengapa kita menikah. Yesus saja gondrong, mengapa anak-anak pria kita berambut pendek. Yesus dibaptis di sungai Yordan di usia? . ..  Mengapa kita dibaptis di gereja di usia di bawah 1 tahun. Ingat juga! Yesus menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit. Kalau mau makan ikan seperti Yesus, sekalian juga hidupkan orang mati dan sembuhkan juga orang sakit!

Minggu, 02 Agustus 2015

Nick Vujicic, Please Pay Attention to Animal Liberation?

Sabtu, 1 Agustus 2015

Dana, thank you for your reply to my email. You quoted about doing God’s will not mine. Your email made me reflect again, but I got new spirit again to do the same with Gary Yourofsky. Animal liberation is not only my plan or about my ego. Well, okay; I admit this is also about my ego. But isn’t it good to support animal liberation whatever my basic plan? Maybe my basic goal is not pure for animal. At least there are people who wanna help animal including me. I have my limitations, one of them is I am not pure. But, this is ok than I don’t do at all.
I want you to see John 16:12. Jesus said there were still many things he should say but people weren’t ready yet. So, now is the time. When people support issue of animal liberation.
I am sorry to tell about new task. You have done the good one, the inspirational one. You support people to thank God in any situations, better or worse. But, I think it’s important to support animal also. I tell you this because have no channel, I have no friend in this principle. Maybe I have but not many and I have no community. But you are famous you have network. You can contact with Gary Yourofsky. See ADAPTT.ORG. Please, think about this value. I hope this is not a new value. This value existed when God created human. But we, people, have lost concern about that.

Sometimes one said to me : Jesus himself ate fish, so why can’t we eat fish. For the first time I heard this, I was confused I had no answer. But then I can answer now. It’s true Jesus ate fish. But, remember Jesus raised the dead, He healed the sick. If you wanna eat fish like Jesus, you have to raise the dead and heal the sick also. 

Voice of Voiceless

Jumat, 31 Juli 2015

Kesadaran ini tidak muncul begitu saja. Kesadaran bahwa binatang juga punya hak hidup seperti manusia, mulai ada sejak saya kecil. Tapi, ketika itu belum ada niat untuk mendalaminya apalagi mempraktekkannya. Kini, ketika kesadaran itu menguat, hati ingin berseru, mengubah segala kebiasaan manusia atas binatang. Tapi, saya tak tahu mulai dari mana.
Ketika orang mendengar yang saya dengung dan gemakan, saya tahu pasti sebagian besar tidak mengerti; atau, ada juga yang mengerti tapi menganggap saya ini aneh. Saya pikir, saya harus  mengambil resiko seperti ini. Karena masih ada yang lebih keras dan konsisten dari saya. Yang membuat saya seperti ini, adalah seorang Gary Yourofsky yang rela 13 kali ditahan demi membela hewan. Dia sebenarnya juga rela mati demi keyakinannya. Sesuatu yang tidak saya miliki, tapi ingin saya perjuangkan.
Ketika orang terlanjur terbiasa menyantap hewan, padahal pilihan lain terbenang luas, tidak mudah membuka mata dan hati mereka untuk mengarahkannya pada hak-hak hewan. Hati manusia sudah terbiasa melihat hewan-hewan dalam proses menuju piring untuk kemudian disantap. Ketika video mengenai siksaan atas hewan saya tunjukkan, sebagian sedikit merasa mual, tapi kemudian tetap melanjutkan kebiasaan makannya. Sebagian lagi merasa bahwa itu sudah semestinya. Ada yang menyatakan bahwa di luar negeri, hewan-hewan itu dilindungi, tapi di sini, wajar saja jika kita menyantapnya.
Saya bingung, bagaimana menarik orang pada suatu isu mengenai nilai-nilai luhur perlakuan bahkan hubungan manusia – hewan. Saya heran, mengapa ketika saya melihat video Gary dan hewan, saya berubah dalam memandang hak hewan, sementara orang lain tidak tergerak, tidak berubah dalam memahami hak hewan?
Padahal, sangat besar kemungkinan, ketika manusia menambah perhatian dan kepeduliannya (terhadap hewan, tidak hanya terhadap sesama dan Tuhan) manusia akan memiliki dasar yang lebih kuat untuk peduli dan berbela rasa kepada yang lain; manusia akan menemukan dasar yang lebih dalam untuk keluar dari diri sendiri dan tidak egois. Ketika manusia sadar akan hak hewan dan memutuskan untuk tidak mengorbankan hewan demi dirinya, semoga manusia juga makin sadar dan peduli terhadap sesamanya. Bayangkanlah, ketika manusia begitu peduli kepada hewan yang berbeda darinya, apalagi terhadap sesamanya; niscaya manusia semakin peduli.
Memutuskan untuk tidak lagi menyantap dan menggunakan produk hewan, memang harus dimulai dari diri sendiri. Tapi, ketika melihat bagaimana pengorbanan hewan tetap saja banyak, saya tidak melihat bahwa langkah saya ini banyak berpengaruh. Ikan-ikan di laut tetap saja dipancing, dijual dan kemudian dimakan, meskipun saya tidak memakannya. Jika saya tidak menikmati santapan dari daging dan ikan, tetap ada orang lain yang akan menikmati dan menghabiskannya. Sia-sia sepertinya belarasa pribadi ini.
Akankah saya tetap tenang menyantap sayur dan buah di atas piring saya sementara saya tahu di samping saya tetap banyak binatang yang disantap dan harus tersiksa sebelum itu? Saya merasa tetap menjadi seorang yang egois terhadap saudara-saudari seplanet ini. Tapi, saya tidak punya teknik dan strategi untuk menyerukan ini. Mungkin judul tulisan ini sebenarnya voiceless of voiceless bukannya voice of voiceless.
Vox Populi Vox Dei,

Vox Animalium, Vox . . .  . . non auditor

Jumat, 24 Juli 2015

AGAMA-AGAMA, MANA PERHATIANNYA PADA HEWAN?

Jumat, 24 Juli 2015

Tulisan ini bukan pertama-tama ditujukan untuk menyalahkan agama-agama atas apa yang terjadi terhadap hewan. Faktanya, saya sendiri bersyukur memeluk suatu agama dan bersandar pada yang maha kuasa. Saya sendiri menjunjung tinggi Penyelamat saya meskipun tindakan kenabianNya tetap mengandung misteri yang tidak bisa begitu saja dipakai untuk menolak atau mendukung perlakuan manusia terhadap hewan.
Tulisan ini mengajak semua pembaca untuk merenungkan kembali tindakan atau perlakuan Anda terhadap hewan. Hewan dibudidayakan tapi kemudian dikorbankan untuk kepentingan manusia. Padahal, kepentingan manusia bisa dipenuhi dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan. Saya minta maaf jika tulisan ini mengandung serangan bagi para nelayan atau peternak, para pekerja di rumah makan beserta pemiliknya, para penjual ikan di pasar dan pemotong daging; dan semua yang memang harus mengorbankan hewan demi memenuhi kebutuhan Anda sekeluarga. Saya tidak berdoa untuk kerugian usaha Anda. Saya berdoa keharmonisan dan kesejahteraan semua makhluk dan bumi tempat kita semua bernaung. Untuk itu, kita semua perlu bersama-sama berusaha melihat asupan makanan dan gizi kita.
Bagi mereka yang harus berkaitan langsung dengan pemanfaatan/pengorbanan hewan, saya tidak meminta Anda berhenti, karena itu justru mengorbankan kehidupan Anda. Saya ingin juga para aktifist animal liberation, melihat pendekatan yang menyeluruh dan wajar untuk orang-orang seperti Anda.
Bagi para pemuka agama, “kami” berharap pada Anda untuk menjadi penggerak-penggerak belarasa. Terima kasih telah mengusahakan teladan yang baik untuk relasi yang indah antara sesama manusia dan manusia dengan Tuhan. Tapi, cukupkah itu? Tidakkah sewajarnya Anda, para pemuka agama, merenung lebih jauh, dan merasa lebih dalam. Tempatkan diri Anda pada posisi hewan-hewan. Spontanitas apa yang muncul jika Anda menempatkan diri Anda pada pihak yang dikorbankan padahal tidak bermaksud membahayakan yang lain? Apakah Anda tetap bersikukuh bahwa sudah sewajarnya hewan dimanfaatkan oleh manusia karena posisi manusia sebagai ciptaan termulia, mitra Allah?

Jika prinsip para pemuka agama tetap demikian, mengapa Gary Yourofsky lebih mampu menempatkan diri dan berbela rasa terhadap hewan? Saya tidak tahu apa agama Gary tepatnya, mungkin juga dia tidak beragama sama sekali. Tapi, dia mengakui bahwa dia percaya pada Tuhan, dia mencintai Tuhan. Karena itu, dia tidak mau mengorbankan dan memanfaatkan hewan-hewan yang adalah ciptaan Tuhan. Jika Gary saja yang bukan pemuka agama mampu membuat keputusan demikian sejak dia berusia 25 tahun, mengapa para pemuka agama tidak sampai pada keputusan dan ketetapan hati seperti Gary?

Animal Liberation VS Human Liberation

Rabu, 23 Juli 2015


I’d love to thank You because you replied my email with video the silence of the yams. Killing there is the same with killing here. I agree with you. But I always give you the different environment, different situation, different social. Here we still face one big issue: human liberation. There are many corruptions, injustice, cruelty for human. It’s difficult to pay attention with animal liberation. We don’t just face with the taste or choice of food. We face with the poor fisherman, poor breeders, poor butchers. They can only live with animal products. We must prepare their earnings if we want to reach vegan world.

Mr. Gary, unfortunately, Nick Vujicic is not a vegan. Do you know him? I hope you can browse. He is a good Christian, a Miracle of God. If he joins, he’ll be a miracle for animal, not only for human. 

Rabu, 22 Juli 2015

Gary Yourofsky: Answer to Misanthropy is Not Okay (A Response to Gary Yourofsky)


Rabu, 22 Juli 2015

My Answer/ Reply to this video



Here's my comment


Hi Lady. I don’t know whether you are vegan or not. I know that you disagree with Gary: his misanthropy or any harsh language or vocabulary he used to tell his extreme opinion. But I understand why Gary usually uses that kind of vocabulary. He is in the pressure of seeing many murders, many sacrificed and hurt animals. He is not in the mood to force people to stop killing or using animal products. So he uses that kind of vocabulary so that people hear and pay attention his opinion. Maybe one side of him is narcistic ; he fights for his ego. But, didn’t he do the right thing? Isn’t it great to fight for animal liberation. For so long people have mistreated animals. Many people still think it’s ok. But Gary, and other people before him, are in other way. I agree with Gary and people like him. I just think that we must do holistic approach; well, the thing I even don’t know how.
If we talk with consumers it’s easy to talk about exchanging food. But if we talk with the producers such as fisherman or breeder, we find big problem. We must understand their situation, their economic life, their living. 

Selasa, 21 Juli 2015

DUNIA VEGAN

Selasa, 21 Juli 2015


Manusia sudah terbiasa berhadapan dengan hewan. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk memanfaatkan alam sekitarnya. Hewan juga punya kebutuhan dan kemampuan tertentu untuk melanjutkan kehidupan di dunia. Ketika manusia berjumpa dengan hewan, terjadi suatu hubungan.
Biasanya, pada akhirnya, manusia akan memanfaatkan hewan untuk dimakan, atau diambil apa yang dihasilkan hewan untuk dikonsumsi manusia. Apakah model hubungan seperti ini yang akan selalu terjadi? Apakah hewan-hewan hanya ada demi manusia, bukan ada demi keseimbangan alam itu sendiri? Apakah manusia menikmati keberadaan hewan hanya dengan cara menyantapnya?
Saya berikan satu perbandingan mengenai suatu jenis burung. Ada fotografer yang suka mengabadikan keindahan burung tersebut. Jenis burung tersebut bisa dipotret di Jakarta tapi hanya jika burung bersangkutan tidak tahu keberadaan sang fotografer; ketika dia merasa nyaman. Anehnya, di India jenis burung yang sama, dengan mudah difoto bahkan dengan mudah hinggap di tangan fotografer atau wisatawan manapun.
Burung juga memiliki psikologi tertentu. Dia akan bersahabat ketika lingkungan terasa nyaman. Manusia bisa melihat burung tersebut sebagai sahabat yang bisa hinggap di tangannya kapan saja. Ini akan terjadi jika manusia tidak memburu burung untuk dikurung atau dijadikan komoditi lain.

Beginilah dunia vegan ketika hewan bisa dinikmati sebagai teman. Dan manusia tidak ditakuti oleh sang hewan.

Gary Yourofsky, please see the breeder, fishermen or butcher

Selasa, 21 Juli 2015



Gary Yourofsky, deep inside my heart I’ll always thank you for making know about veganism. Honestly, it’s not so difficult to convert from omnivore to herbivore. But, allow me to tell you one thing. I saw many of your videos. I saw you spoke behalf of animals. But, how about breeders, or fisherman or anyone whose earning related with sacrificed animal.
I saw them in your video. A man hit calves, a man shot a goat,
But, are they worthy to be put as monsters. They kill, torture, “rape”, and so on. But they can only do and understand the kind of earning. Probably they are good fathers and husbands who love their children and wives most.

I guess we must make a holistic approachment to reach vegan world. I’m sorry Gary, I am not near you. I just choose vegan food, shampoo, I wear rubber shoes. But I myself don’t do holistic approachment. I can only speak the same if I speak to consumer and butcher, fisherman, breeder . . .. .. 

Jumat, 17 Juli 2015

Nick Vujicic, This is my idea

Sabtu, 18 Juli 2015



Good morning Mr. Vujicic. How’s the family? Wife, and litle child. I hope all of you doing fine. I was very pleased seeing your inspirational video and story. The last time you visited Indonesia, you were with RCTI tv station. I salute you. You have disability but you are able to do many things. Thank you giving great spirit to people like us. You have done good things for Christian values. That’s great for human and humanity.
Now, I wanna give an ide for you. You make people realize what they should do for themselves and for others. Would you do another things too? This is about Animal Right. This is conected with Gary Yourofsky. If you admit that morality becomes better and better, I think now you can add your fight to human behaviour with animals.
You have done a great thing for human. People always do the same with various ways. But, for animal? . . . . .  . Many people used to think that animals are for meat, fur clothes and so on. Would you like to browse about Gary Yourofsky and then think of his concern and fighting?
Mr. Vujicic, bad people usually know their bad habits or they do wrong things for other people. But what about animals? Even good people think it’s fine to hunt, fishing, kill animal for human needs . . . ..  If you one of good people who thinks it’s fine to   . . . ..  .. .  the animals, I hope you browse Gary Yourofsky and reflect.

Thank you for hearing or reading my email.

GARY YOUROFSKY, This Is stressing me

Sabtu, 18 Juli 2015


Good morning Mr. Gary. Here I am again. I hope you or your friends or fellows see this. I’ve read you from ADAPTT. From many writings, I think you are used to face with hunters who hunt just for fun. But here, I am used to face with hunters who hunt for a living.; hunting for his or her family too. They hunt really for eating and other needs. I meet fishermen who also do the same. They live near the sea and they do fishing to eat and sell fishes.
Well, it’s not difficult for me to choose vegetables and fruits only. But, what about the others? For now, I just eat vegetables and fruits.The people  I mentioned before are just examples. There are many people who must conect with animal product for a living.

Would you like to answer this stressing point? Thank you.

Kamis, 16 Juli 2015

Mr. Gary Yourofsky, This Is My Explanation

Rabu, 16 Juli 2015



Hello again, Mr. Gary. I am very pleased and grateful for your email. Though you think I am naive even you don’t believe if I am a vegan. That’s ok. I become vegan because of your speech. But I don’t become vegan for you. I become vegan for the animals.
Well, thank you very much for your concern that makes me concern about the animals. I salute you for your commitment, your strict behaviour. Even I adore you. But one thing I wanna tell you. We have to work together. The omnivora people do this. They work together. Fishermen/fisherwomen catch fishes. Then others sell them. Others cook. Lastly, a grandfather, a grandmother, an uncle, an aunt, a father, a mother, and kids eat. Vegans must cooperate. If PETA doesn’t have same behaviour with you, I guess you must cooperate with them until we have same opinion and behaviour to animals. So, one day the vegan world will be done.
Don’t you count now? Well thank God, maybe Israel will be the first vegan country in the world. But, what’s next? How many people become aware of animal’s right? But, How many people are used to eat meat? I hope I am wrong. I really really, I swear to GOD I am wrong. We keep trying no matter how long.
At last, I still wanna ask your opinion. Sorry, I forgot to ask this last time.
What do you think about people who must catch fishes for a living. What should they do? What should the poor fishermen do for their families? 
Hello again, Mr. Gary. I am very pleased and grateful for your email. Though you think I am naive even you don’t believe if I am a vegan. That’s ok. I become vegan because of your speech. But I don’t become vegan for you. I become vegan for the animals.
Well, thank you very much for your concern that makes me concern about the animals. I salute you for your commitment, your strict behaviour. Even I adore you. But one thing I wanna tell you. We have to work together. The omnivora people do this. They work together. Fishermen/fisherwomen catch fishes. Then others sell them. Others cook. Lastly, a grandfather, a grandmother, an uncle, an aunt, a father, a mother, and kids eat. Vegans must cooperate. If PETA doesn’t have same behaviour with you, I guess you must cooperate with them until we have same opinion and behaviour to animals. So, one day the vegan world will be done.
Don’t you count now? Well thank God, maybe Israel will be the first vegan country in the world. But, what’s next? How many people become aware of animal’s right? But, How many people are used to eat meat? I hope I am wrong. I really really, I swear to GOD I am wrong. We keep trying no matter how long.
At last, I still wanna ask your opinion. Sorry, I forgot to ask this last time.

What do you think about people who must catch fishes for a living. What should they do? What should the poor fishermen do for their families? 

Selasa, 14 Juli 2015

QUESTION FOR GARY YOUROFSKY

Selasa, 14 Juli 2015



Hello, Gary Yourofsky. I agree with you about being vegan. But I don’t agree 100%. You yourself said that I didn’t need to agree with you 100%.
Well, firstly I wanna say why I became vegan. About 4 months ago, I saw your video and your opinion. Then I tried to eat only vegetables and fruits. Until now, I still do the same.
Now, secondly I wanna tell my disagreement. What about people in Mongol. I heard that they have different environment so that they cannot be vegan. I live in Indonesia; there are plenty of fruits and vegetables. And, what about the Eskimos? Can they become vegan?
Mr. Yourofsky, do you know Elizabet Lizy Velasquez? She has syndrome that her body cannot absorb fat. Whatever she consumes it cannot make her fat. She is very very skiny. Maybe you can search youtube and see her. Someone ever uploaded video about her and gave a title: worst women ever in the world. She must eat every some hours but she keeps skinny. Can she become vegan or must she become vegan?
And, at last, thirdly. I guess animals in circus have their presents. They aren’t just hit or whipped. They have foods, water and living. I think what the animals get in circus is the same with what children get. If people wanna succeed they have to attempt, learn, study. If people want to expose their abilities, they must be exposed. If the animals in circus can expose their abilities, they must be exposed; and it means they must sacrifice in some levels. Exercise, practice are what animals must do. It means they must feel some pain, sacrifice.

Well, Mr. Gary, thank you for what you have done. I don’t eat meat, I don’t use animal products now. Although it’s hard for me to share veganism to others. Maybe next time you or your friend or member can come to Indonesia and share your vegan principle.

Senin, 13 Juli 2015

GURU YOGA HINDU: “YESUS, KAULAH SEGALANYA”

Minggu, 12 Juli 2015          



Kelas yoga yang lengkap, rupanya mengajarkan muridnya untuk bermeditasi. Salah satu yang penting dalam meditasi ialah konsentrasi. Pada hari Minggu pagi, guru yoga lebih menunjukkan bagaimana gerakan yoga yang benar. Itupun diberikan tidak secara intensif, para peserta tidak dituntun satu demi satu.  Jadi, sebenarnya tidak ada bimbingan untuk meditasi.
Pada akhir latihan bersama, kami sempat bincang-bincang dengan guru / instruktur. Salah satu teknik yang diberikannya ialah seorang instruktur keliru jika minta muridnya untuk mengosongkan pikiran ketika bermeditasi. Yang perlu dibuat, dalam tuntunannya, ialah murid diajak untuk mengarahkan pikiran pada Tuhan. Jika muridnya Kristen, dia meminta supaya muridnya mengarahkan pikiran kepada Yesus dan berkata dalam ketenangan batin: “Yesus, Kaulah segalanya bagi saya; Kaulah ketenangan, kebahagiaan . . . . . . .”
Tanpa disadari sang guru yoga (yang bukan Kristen),   telah menempatkan dirinya seperti muridnya yang adalah orang Kristen. Tentu ini tidak masalah bagi sang guru/instruktur yoga. Dia mengerti dan paham siapa Yesus bagi orang Kristen. Suatu pemahaman yang kembali mengingatkan orang Kristen bahwa kita memiliki Yesus yang luar biasa.
Bisa jadi, orang Kristen yang “terkontaminasi”, merasa tidak cukup puas dengan Yesus. Saya maksudkan kontaminasi di sini, ialah orang yang mendapatkan ukuran keluhuran, bela rasa, seakan lebih dalam daripada yang Yesus lakukan dan ajarkan. Coba saja Anda lihat dan rasakan: ada orang yang menjunjung tinggi hak-hak hewan hingga tidak mau menyakiti, mengorbankan, apalagi menyantap hewan. Orang sedemikian, jika dia Kristen, bisa jadi dia tidak akan puas dengan Yesus yang memang menjunjung tinggi martabat manusia tapi tetap mengorbankan babi ketika mengusir setan, atau tetap bersama-sama murid-murid yang adalah nelayan.
Bagaimana bisa seorang Kristen tetap menjunjung tinggi kebebasan hewan sementara Yesus tidak berjuang sedemikian dalam?
Saya pernah beranggapan, bahwa Yesus sungguh luar biasa. Meskipun Dia dahulu memang melakukan hal-hal demi keselamatan manusia, kini kita pun tetap bisa bersandar padaNya jika ingin konsekuen menjadi vegan dan menyuarakan hak hewan. Sayangnya, anggapan ini tidak cukup mengajak orang untuk sadar akan hak-hak hewan. Banyak orang terlanjur berpikir bahwa korban hewan memang sudah sewajarnya. Orang-orang yang sangat baik, penuh perhatian dsb, bahkan tidak bisa sampai pada penghargaan atas hak-hak hewan. Menjunjung tinggi hak sesama manusia adalah suatu kesadaran dan keharusan bagi mereka. Tapi untuk hak-hak hewan.. . ... . .  ? Sorry la yau. .. .. . Jauh, jauh dah. !$@!#$ Itu di luar konteks.

Ingin berontak, teriak, dsb. Tapi, untuk apa?!

VEGAN: KEHARUSAN ATAU SEKEDAR PILIHAN?

Minggu, 12 Juli 2015

Usai kelas yoga di hari Minggu pagi, saya berbincang-bincang dengan instruktur/guru. Saya awalnya hanya menunjukkan gerakan sederhana yang saya peroleh dari Youtube. Dia mengerti gerakan itu, dan tidak mencegah saya untuk melakukannya sendiri di rumah. Berarti sah-sah saja jika sehari-hari saya melakukan olahraga yoga dengan petunjuk video.
Saya tidak tahu bagaimana sampai kami berbicara mengenai dunia vegan / vegetarian. Rupanya guru yoga kami sudah menjalani hidup vegetarian selama 19 tahun. Sementara saya, baru kurang lebih 4 bulan menjalaninya. Saya sebenarnya ingin mencari tahu bagaiamana dia dan kelompoknya menyebarkan pola hidup vegetarian. . . . . Rupanya, mereka tidak begitu menyebarkan pola hidup ini. Mereka lebih menyerahkannya pada pribadi masing-masing. Suatu prinsip yang tidak terlalu sama dengan prinsip saya.
Wajar juga jika prinsip mereka berbeda. Apalagi, setelah dia membeberkan tempat-tempat yang tidak memungkinkan untuk hidup vegetarian: Mongol, daerah kutub. Saya juga ingat dengan Elizabeth Velasquez yang terlahir dengan sindrom langka. Tubuhya tidak bisa menyerap lemak. Saya lupa, dalam jarak waktu sekian jam, dia harus makan setiap harinya. Pastilah dia mengkonsumsi daging. Itupun tetap saja tidak misa menghindarkan dirinya dari “kekurusan”.
Tapi, meski dia tergolong pasif dalam menyebarkan ajaran vegetarian, dia yakin bahwa suatu waktu dunia akan mengarah pada vegetarian. Ini juga yang memang saya rindukan. Tapi, ketika menghitung-hitung statistik, berapa orang di dunia ini yang sama dengan saya dan dia serta kelompoknya? Dari sekian banyak orang yang hidup di dunia ini, berapakah yang sadar? Sepertinya kami hanyak setetes air tawar di tengah lautan yang asin.
Jika orang tua Elizabeth Velasuez dan nenek moyangnya hidup vegetarian bahkan vegan, apakah dia akan terhindar dari sindrom yang langka?
Jika orang-orang Mongol dan daerah kutub maupun mereka yang hidup di dekat laut sadar akan pola hidup vegetarian, apakah tersedia cukup lahan dan sayuran/buah untuk mereka?
Semoga jika nantinya semua sadar akan keluhuran hidup vegetarian dan menjunjung tinggi bela rasa atas hewan, segala tantangan dan kekurangan akan tetap terpenuhi

APAKAH HANYA MANUSIA YANG BISA MERASA SAKIT?

Minggu, 12 Juli 2015


Setiap berjalan sekian meter di pusat kota, saya menjumpai rumah makan atau restaurant yang menyajikan rupa-rupa makanan baik yang berbahan dasar hewan maupun tidak. Setiap kali saya membaca tulisan ayam lalapan, mie cakalang, sea food, soto, telor, nasi rawon, dsb, saya terpikir pada ayam, ikan, sapi, dan sebagainya yang pastinya harus mengalami siksaan, ketakutan, dsb demi memenuhi mulut, lidah dan perut manusia. Untung pikiran ini tidak sampai pada perasaan saya. Saya memang tidak sakit ketika mereka semua harus dipelihara, ditangkap, kemudian mengalai pembunuhan. Saya memang masih bisa makan sayuran dan buah-buahan sendiri di tengah-tengah mereka yang melahap segala makhluk dalam acara pesta atau syukuran, atau juga acara duka. Saya tidak seperti Gary Yourosky yang mungkin memiliki rasa yang lebih mendalam dan memiliki usaha yang lebih keras dalam wadah organisasi animal liberation.
Saya hanya bisa turut berpikir (dan sebenarnya ingin berseru walau tetap saja diacuhkan) bahwa hewan-hewan ini memiliki rasa yang sama dengan manusia ketika disakiti, hingga dibunuh.
Bukan hanya manusia yang bisa merasa sakit dan takut. Hewan-hewan yang disantap, sebelumnya juga merasakannya. Jika mereka merasakannya, mengapa manusia tetap saja mengacuhkannya? Apakah makhluk hewan memang diciptakan untuk merasa takut dan sakit untuk kemudian disantap dan dinikmati manusia? Apakah Sang Pencipta memang bermaksud untuk rencana yang demikian?
Sementara itu, menurut perhitungan dan argumentasi para pembela hak hewan, jika semua manusia berhenti mengkonsumsi hewan dalam bentuk apa saja, masalah kelaparan bisa diatasi demikian juga dengan pemanasan global.

Saya tidak tahu mengenai kebenaran argumentasi dan perhitungan mereka. Saya tidak tahu pasti juga bagaimana kaitan antara hewan – kelaparan – pemanasan global. Yang saya setujui: hewan punya rasa sakit, hewan mengalami rasa yang sama dengan manusia. Jika demikian, mengapa manusia hanya memperhatikan rasa antara sesama manusia? Mengapa manusia hanya menyayangi hewan jika hewan itu satu rumah (kelinci peliharaan, anjing peliharaan, kucing peliharaan, dsb). 

Rabu, 01 Juli 2015

ANGELINE MEGAWE & PERSEPHONEE

Rabu, 1 Juli 2015





Kurang lebih 3 bulan sebelum peristiwa tragis dialami oleh Angeline Megawe, Persephonee Norma Nefzger Banks harus mengalami peristiwa yang miris.
Persephonee adalah bocah perempuan berusia lima tahun, buah hati pasangan Chris dan Amee. Bersama kedua orang tuanya, Persephonee tinggal di Broocklyn Center, Minnesota (salah satu negara bagian Amerika Serikat).
Dalam kesehariannya, Paresephonee dikenal sebagai bocah yang aktif, periang, dan selalu menjadi penyemangat bagi kedua orang tuanya karena canda tawanya yang menggemaskan.
Persephonee begitu mencintai mainan dan video game. Dalam setiap pertemuan dengan banyak orang, ia selalu memberikan kebaikan yang luar biasa serta senyum dan keceriaan yang tidak sering ditemui pada banyak anak lain.
Sebagaimana dikisahkan, kehidupan bahagia keluarga Banks tiba-tiba berubah. Kehidupan mereka memasuki episode baru, sebuah epsode yang tak mudah. Suatu ketika Persephonee mengeluh kepada ibunya, Amee, bahwa ia mengalami sesuatu yang aneh. Menurut dia ada yang tak biasa dengan pernafasannya, sesuatu yang sering membuat tubuhnya lemas.
Mendengar keluhan Persephonee, Amee spontan memberikan steroid (jenis hormon yang berguna untuk memulihkan kondisi tubuh). Amee berpikir, puterinya hanya menderita penyakit asma pada saluran pernapasan.
Beberapa hari setelah itu, ketika sedang bermain di rumah, Persephonee tiba-tiba jatuh pingsan dan tak sadarkan diri. Chris dan Amee panik dengan kondisi putri kesayangan mereka itu. Tanpa basa-basi, Persephonee langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Sembari menunggu hasil pemeriksaan medis, tanpa henti Chris dan Amee berdoa agar tidak terjadi sesuatu yang buruk dengan putri kesayangan mereka. Meski demikian, kecemasan dan kepanikan tetap saja menyelimuti Chris dan Amee.
Dokter yang menangani Persephonee akhirnya keluar dari ruangan pemeriksaan dengan raut wajah yang datar tanpa ekspresi. Belum sempat menerima pertanyaan tentang kondisi Persephonee, dokter langsung mengajak Chris dan Amee ke ruangannya. Dokter itu pun dengan nada terbata-bata memberitahukan penyakit yang diderita Persephonne.
“Sesuai hasil pemeriksaan, Persephonee menderita infeksi… streptococcus,” kata dokter dengan dingin. Dokter itu melanjutkan, “Streptococcus adalah komplikasi radang tenggorokan yang disebabkan bakteri langka dan mematikan. Tragisnya, hidup pasien yang diketahui terserang streptococcus tidak akan lama lagi.”
Mendengar penjelasan itu, degup jantung Chris dan Amee nyaris berhenti. Keduanya shock dan tak sanggup mengungkapkan sepatah kata pun. Seisi ruangan sejenak membisu. Nasib Persephonee kini ada dalam ancaman maut. Butir-butir air mata mulai membasahi wajah Amee. Tak lama kemudian, tangis Amee pecah, sementara Chris tak henti merangkul dan menguatkannya.
Beberapa jam sebelum menghembuskan nafas terakhir, Persephonee yang masih berusia lima tahun meninggalkan wasiat terakhir untuk kedua orang tuanya. Bukan pamit perpisahan yang keluar dari bibir mungilnya. Bukan ucapan selamat tinggal yang disampaikannya. Persephonee menghendaki organ tubuhnya hidup dalam diri orang lain. Dengan ikhlas ia mendonorkan ginjalnya untuk dua pasien yang sudah enam tahun menderita gagal ginjal.
“Bu, ikhlaskan aku hidup dalam diri mereka meski mereka bukan aku yang lahir dari rahim ibu. Aku ingin hidup, tapi mereka lebih membutuhkan aku untuk menyambung hidup. Ikhlaskan aku Ibu, relakan aku Ayah,” ungkap Persephonee dengan nada haru di hadapan kedua orang tuanya.
Tapi, yang tentunya ingin saya ungkapkan di sini ialah kasih dari Chris dan Amee, yang begitu besar untuk mereka. Demikian besar kasih mereka sehingga mereka pun ingin Persephonee, sang putri, tetap hidup dalam diri orang lain. Mereka merelakan sebagian organ tubuh Persephone, didonorkan kepada orang yang membutuhkan.

Sesuatu yang berbeda dialami oleh Angeline. Tubuhnya dikuburkan di belakang rumah. Sekitar 3 minggu jasadnya tersembunyi di tanah, dan sepertinya orang yang bertanggung jawab atas kematiannya, ingin Angeline tidak pernah ditemukan. 3 minggu terkubur dalam tanah, organ tubuh mana lagi yang masih bisa  dibutuhkan oleh orang lain, selain para calon dokter yang turut serta dalam otopsi jenazah Angeline.

Selasa, 30 Juni 2015

SAYUR DAN BUAH JUGA MAKHLUK HIDUP; JADI, TAK LAYAK DISANTAP !?!?!

Selasa, 30 Juni 2015

Menyebarkan kabar tentang vegetarian/vegan kepada orang lain, berarti menyatakan juga mengapa saya tidak tidak menyantap daging dan ikan, bahkan tidak menggunakan produk-produk yang mengandung dan berasal dari hewan.
(Seperti ini?)


Artinya: segala jenis hewan, bagi vegetarian/vegan, adalah makhluk hidup. Mereka punya hak untuk hidup. Ketika menyatakan alasan ini, orang balik menambahkan; kalau begitu, segala sayur dan buah juga tidak pantas dimakan. Karena sayur dan buah juga makhluk hidup. Mereka tumbuh dan berkembang.
Mendengar jawaban balik seperti ini, rasa-rasanya secara spontan saya akan balik menjawab dengan nada marah: sembarangan saja Anda berkata seperti itu. Hewan yang lebih dekat ciri-cirinya dengan manusia saja, biasa  Anda santap dan korbankan. Dan sekarang Anda ingin menyatakan bahwa sayur dan buah juga tidak pantas disantap?!?!!


Tapi, tentunya saya tidak bisa menjawab dengan emosi. Nantinya, saya justru mengorbankan perasaan sesama manusia. Padahal, saya tidak membunuh/ menyantap hewan, karena saya tidak ingin mengorbankan makhluk hidup. Jadi, sedangkan hewan saja tidak ingin saya korbankan, apalagi sesama saya: manusia.
Maka, sayapun berusaha untuk tetap tenang, tidak emosi; dan menjelaskan bahwa manusia yang peka, akan merasakan bagaimana hewan berusaha melepaskan diri semampunya, ketika manusia menangkapnya. Bahkan, hewan-hewan tertentu, akan menunjukkan wajah-wajah sedih dan takut manakala mereka ada dalam sakratul maut , di tangan manusia. Wajah-wajah takut, sedih, dan sakit yang ada pada sapi, kambing dan sebagainya, mungkin tak ada pada ikan. Tapi, tetap saja ; ikan juga akan berusaha lepas dari perangkap untuk bertahan hidup. Yang dilakukan oleh hewan-hewan itu, entah dengan wajah ketakutan ataupun tidak, dilakukan juga oleh manusia manakala manusia mengalami ancaman.
Itu tentunya beda dari sayur dan buah-buahan. Tidak ada sayur atau buah yang lari ketika manusia hendak memotongnya. Tidak ada dari mereka yang berteriak ketika dikorbankan.

Saya pikir, inilah alasan mengapa orang-orang yang peka dan sadar akan kehidupan, tetap akan menyantap sayur dan buah; 

Minggu, 28 Juni 2015

VEGAN VS RELIGI?


PEMULIHAN YANG . . .

Sabtu, 27 Juni 2015

Hari Sabtu sore, seperti biasa, saat pertemuan untuk kelompok doa walau khusus untuk beberapa orang saja; pertemuan untuk lebih memantapkan persiapan pada hari Selasa nanti. Saya pikir-pikir, timbang-timbang, rasa-rasanya, akan hadir atau tidak. Saya tidak ingin hadir jika hanya akan membawa energi negatif untuk kelompok. Tapi, sepertinya ada keinginan untuk turut hadir.
Saya akhirnya memutuskan untuk hadir. Seperti biasa, pada pertemuan hari Sabtu, masing-masing mendapatkan kesempatan besar untuk berbagi pengalaman. Saya bersedia membagikan pengalaman saya, di bagian akhir. Sebelumnya, saya mendengar banyak dari teman-teman saya. Soal kelayakan atau tidak, soal rasa bersalah, dan sebagainya. Ketika diberi kesempatan, saya mengisahkan perasaan saya yang sedikit banyak mirip dengan yang juga mereka share. Dari sharingmereka, saya mendapatkan suatu penguatan. Tidak percuma saya putuskan untuk hadir. Saya pun membagikan pengalaman saya sambil berharap, saya tidak membagi energi negatif/pesimis untuk mereka.
Jika mereka mengungkapkan macam-macam rasa dalam pelayanan, maka saya menyatakan bagian saya. Ketika saya merasa . . . . . ., maka saya mengatasinya dengan tidak merasakannya sama sekali. Saya mematikan rasa tertentu untuk bisa pulih. Tapi, . . . harus saya akui, mematikan rasa justru tidak membawa pemulihan.

Lantas, apakah yang bisa membawa pemulihan?

Salah satu yang dibutuhkan, ialah penyingkapan. Ketika saya hadir dalam kelompok, saya mendengar dari salah seorang yang mendapatkan anugerah visi “ilahi” bahwa dia sementara mendoakan orang yang tidak percaya. Bagi saya, dalam arti tertentu, sayalah yang didoakan.

Saya memang heran dengan teman saya yang punya “visi” ini. Dia sepertinya mampu melihat kedalaman orang lain termasuk saya, tapi tetap melihat saya seperti diri saya yang lama. Tapi, okelah. Penyingkapan yang ada dalam doanya, akan membawa pemulihan untuk saya.

Jumat, 26 Juni 2015

DUKA

25 – 26 Juni 2015

Peristiwa duka kemarin, berlanjut hingga kini. Jenazah masih disemayamkan di rumah duka. Seorang ibu yang baik, rajin, karena itu patut diteladani. Kepergiannya ditangisi oleh banyak orang; tak hanya kaum keluarganya. Saya membantu memesan dan membawa karangan bunga ke rumah duka. 



Saya pun mendapat SMS pemberitaan proses pemakaman, yakni pada hari sesudahnya. Kembali saya berencana untuk tidak menghadiri upacara pemakaman. Mengapa? Apakah saya tidak akan mendoakannya? Oh, ya. Tentu saya akan tetap turut berdoa untuknya!Tapi, satu hal yang ingin terjadi dengan saya jika saya harus mengalami kematian seperti dia: saya ingin mendonorkan organ-organ tubuh saya. Sisanya, saya ingin memberikannya untuk para calon dokter sebagai bahan praktikum anatomi. Kalau toh dimakamkan, itu butuh waktu lama, tidak langsung sehari, 2 hari, bahkan seminggu sesudah kematian. Menjadi bahan praktikum, bisa butuh waktu panjang: mungkin bisa tahunan? Saya tak tahu.

Bagi saya, pemakaman termasuk budaya tradisional yang tak ingin saya lalui. 

Rabu, 24 Juni 2015

AnyMP4 Video Converter

Rabu, 24 Juni 2015

Selamat pagi. Kali ini saya ingin share, membagikan pengalaman kecil kemarin; saat saya pikir dalam kelompok doa, seorang teman akan menanyakan video tentang pengorbanan yang pernah dia minta. Sebenarnya, sudah ada beberapa video yang saya pikir cocok / sesuai permintaannya. Tapi, siang harinya saya tetap coba mengunduhnya lewat youtube. Proses pengunduhan pun selesai.
Sayangnya, video itu tak bisa dibuka di laptop. Aneh juga. Untunglah, teman saya rupanya belum membutuhkannya ketika kami bertemu.
Hari ini, saya mencoba membuka video itu, tapi terlebih dahulu saya mengconvertnya dengan program AnyMP4 Video Converter. .........
Dan, hasilnya --à

Laptop “Tak Bisa” Install Ulang?

Senin, 22 Juni 2015

Pagi itu, saya sedang mengetik tata perayaan untuk syukuran yang sangat penting. Datang seorang bapak, bercerita tentang laptopnya yang bermasalah. Ketika dipasang, laptop memang hidup dan berproses. Tapi, itu tidak sampai pada tahap penggunaan.



Saya pun merasa bisa mengatasinya. Masalah seperti itu, biasanya bisa diatasi dengan install ulang. Saya melanjutkan lagi pengetikan. Laptopnya diserahkan kepada saya.  Sesudah menyelesaikan pengetikan, sayapun kembali berhadapan dengan laptop yang akan diinstal ulang.

Betapa terkejut saya, proses penginstallan sepertinya tidak bisa berlanjut. Saya rasa, harus menyerah saja. Saya biarkan proses yang sepertinya tak berlanjut, tapi saya tak matikan laptop ..  . . . . . Hingga, sepertinya mukjizat terjadi.


Kamis, 18 Juni 2015

Roti Kebab (Turki) Vegetarian?

Kamis, 18 Juni 2015


Sementara pengolahan batu, saya sedikit berjalan melihat-lihat apa yang ada di samping tempat pengolahan batu. Ada kios Roti Kebab Turki. Sayapun memesan yang vegetarian.
Roti kebab, bukanlah suatu produk vegetarian. Kita perlu memesan sejelas-jelasnya supaya makanan itu masuk pada kriteria yang tanpa mengandung pebunuhan atau penyiksaan atas makhluk yang dikelompokkan sebagai hewan. Sayangnya, saya tidak mencegah penjaga kios untuk tidak menaruh mayonais dan keju pada roti pesanan saya. . . . . . . . Mau batal, sudah tidak bisa. Akhirnya, bolonglah saya pada hari ini, dalam hal vegetarian/vegan.

Sayang sekali , memang. Lain waktu, saya akan menjadi agen yang lebih konsisten dan berani.

BATU AKIK? PANTAS SAJA KALAU BOOMING

Rabu, 17 Juni 2015

Ketika batu akik mulai mem-booming, saya tidak merasa perlu memperhatikan dan mengaguminya. Untuk saya, itu sekedar membuang waktu dan tenaga. Hingga suatu waktu saya harus menyatakan lain……
Hari ini, saya dihantar ke tempat pengalahan batu akik – sebenarnya bisa segala model batu. Saya melihat prosespengolahannya.
Melihat apa yang mereka lakukan, saya juga ingat pernah menonton di televisi bagaimana cara mendapatkan batu. Orang harus menggali begitu dalam sekitar 20-an meter; tidak hanya secara vertikal tapi juga secara horisontal. Saya melihat betapa sulit bahkan bahaya mereka bekerja.

Dalam pemotongan, pengikisan dan pemolesan batu, ada juga risiko cedera karena alat itu begitu tajam. Maka, sayapun salut dan mengakui: pantaslah dan wajarlah jika saat ini batu akik itu begitu booming. Keindahan, keuletan, risiko . . . . . . Kita bisa melihat itu semua, bahkan lebih dari sebuah batu.

Kurban Tubuh yang Berharga: donor organ – cadaver – plastinasi


Kembali dari kebun, sore itu saya menghadiri ibadah kelompok doa. Ibadah yang penuh keriangan dan keteduhan. ... Hingga kembali saya mendengar renungan yang ada kaitannya dengan renungan pada Selasa yang lalu: tentang pencobaan / ujian.
Begitu jujur sang pengkhotbah hingga mengungkapan pengalamannya sehari-hari. Renungan yang demikian, memang menjadi favorit saya. Indahnya kejujuran. Tapi kemudian sang pengkhotbah mengungkapkan apa yang saya akui pada hari Sabtu sebelumnya: saya mengalami cobaan yang begitu kuat untuk tidak lagi terus menjadi seorang . . . . Saya tidak tahu, entah yang lain sudah mengetahuinya, atau tidak juga menangkap hal yang sungguh-sungguh benar lewat sang pengkhotbah. Bagi saya, kalau toh tidak melalui saya langsung, biarlah mereka mengetahuinya lewat orang atau cara yang lain.
Usai ibadah ini, saya juga tidak memperjelas apa yang telah diungkapkan oleh pengkhotbah. Yang jelas, mereka toh tetap menyapa saya seperti cara yang lama. Dan, sayapun diminta untuk membawakan ibadah duka di rumah salah seorang anggota kelompok doa, sehubungan kematian ibundanya.
Sayapun bersama-sama kelompok doa ini untuk menuju rumah duka. Dalam permenungan, saya membawakan suatu renungan yang jelas-jelas berbeda dari biasanya; karena saya mengungkapkan mengenai kurban tubuh bahkan ketika sudah meninggal.
Ketika manusia meninggal, sudah menjadi hal yang umum jika di budaya kita, diadakan upacara pemakaman. Tapi, sekali saya pernah memimpin acara kremasi. Bahkan, yang saya rindukan ialah bisa memberikan sebagian tubuh saya sebagai donor untuk orang yang membutuhkan. Sisanya, dijadikan alat praktikum untuk mahasiswa kedokteran. Inilah yang diistilahkan dengan cadaver. Selesai dijadikan alat praktikum, jasad akhirnya dimakamkan. Tapi, saya sebenarnya tak akan bersedia untuk dimakamkan. Jalan yang terakhir yang bisa dijadikan, ialah proses plastinasi (mbah google: plastination-dr.Gunther von hagens).

Inilah kurban tubuh yang berharga. Saya tentunya belum mempersiapkan ini. Ini adalah saat manusia mengalami kematian. Yang akan saya tempuh dan siapkan saat ini, ialah bagaimana menempuh hidup ini untuk bisa berkorban dan kemudian dengan percaya diri dan keyakinan, mengungkapkan keinginan berkorban sedemikian besar: donor organ – cadaver – plastinasi.