Rabu, 19 Agustus 2015

Hari Merdeka !!!

Senin, 17 Agustus 2015

70 tahun Indonesia ada dalam situasi kemerdekaan. Sedikit terbayang memang, 100 tahun yang lalu kita masih ada dalam penjajahan Belanda; tak bebas berkarya, ditindas untuk kepentingan bangsa penjajah, ada dalam belenggu kemiskinan dan kelaparan.
Bersyukur dan berterima kasih untuk hidup di zaman kemerdekaan ini. Tapi, apakah saya bangga menjadi orang Indonesia? Jika perasaan bangga menyiratkan suatu keadaaan nyaman dan cukup dalam hati, maka saya belum bangga menjadi seorang berbangsa Indonesia. Semoga ini bukan menyangkut semata-mata nasionalisme atau perasaan kebangsaan saya. Ini tentunya lebih menyangkut situasi dan cara pandang bangsa Indonesia seumumnya mengenai dirinya.
Orang Indonesia sering menyatakan diri sebagai bangsa yang berkeTuhanan, bangsa yang mendasarkan moralitas, ukuran nilai pada agama. Tapi, sebagian mereka lupa bahwa pengalaman dijajah (oleh Portugis, Belanda-350 tahun, Jepang-3,5 tahun) semestinya membuat bangsa Indonesia peka dengan model-model penjajahan. Pengalaman dijajah semestinya membuat kita waspada dengan penjajahan modern yang tetap berlanjut bahkan di era kemerdekaan. Sebagian kita mungkin bangga sebagai bangsa yang berdasar pada Ketuhanan, tapi tidak peka pada jeritan makhluk yang juga adalah ciptaan Tuhan. Kita telah dijajah oleh bangsa lain, tapi kita tidak menyadari bahwa kita sekarang sementara menjadi penjajah bagi makhluk lain – sesama ciptaan Tuhan.


Mengapa bangsa lain yang tidak begitu menjunjung agama, bisa peka dan tergerak manakala manusia menginjak-injak kehidupan hewan?
Sering saya muak dengan kebanggaan bangsa saya ini atas nilai-nilai Ketuhanan. Mengapa? Karena mereka menyatakan bertindak atas dasar iman akan Tuhan tapi memperlakukan ciptaan Tuhan sebagai komoditas. Lihat saja apa yang tersedia di atas piring, di pasar-pasar entah tradisional atau modern. Kita menemukan produk yang berasal dari pengorbanan makhluk-makhluk yang tak bersalah. Hanya karena mereka tak berakal, kita melanjutkan model penjajahan lain atas mereka. Inikah sosok bangsa yang berkeTuhanan? Mengapa kita kalah beradab dari bangsa lain yang katanya telah mengesampingkan agama? Karena dalam agama manusia memiliki tempat istimewa di mataTuhan? Inikah alasan mengapa manusia memperlakukan hewan hingga tubuh mereka ada di rak-rak penjualan dan paket-paket penyedap rasa?
Saya akhirnya harus maklum, semua ini diperlakukan bangsa saya karena kita “baru” merdeka selama 70 tahun. Bangsa lain yang “lebih” beradab, sudah merdeka lebih lama. Banyak dari warga mereka sudah bisa peka dan lebih waspada terhadap bentuk-bentuk penjajahan. Bahkan, bagi mereka kata  “penjajahan” tidak hanya berlaku atas manusia, tapi juga atas hewan.  Bangsa kita masih butuh waktu untuk sadar bahwa penjajahan dalam rupa-rupa bentuk di atas bumi harus dihapuskan, termasuk di bumi nusantara.

Merdeka bagi bangsaku! Merdeka bagi peradaban kita semua! Merdeka dari segala bentuk penjajahan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar