Jumat, 24 Juli 2015

AGAMA-AGAMA, MANA PERHATIANNYA PADA HEWAN?

Jumat, 24 Juli 2015

Tulisan ini bukan pertama-tama ditujukan untuk menyalahkan agama-agama atas apa yang terjadi terhadap hewan. Faktanya, saya sendiri bersyukur memeluk suatu agama dan bersandar pada yang maha kuasa. Saya sendiri menjunjung tinggi Penyelamat saya meskipun tindakan kenabianNya tetap mengandung misteri yang tidak bisa begitu saja dipakai untuk menolak atau mendukung perlakuan manusia terhadap hewan.
Tulisan ini mengajak semua pembaca untuk merenungkan kembali tindakan atau perlakuan Anda terhadap hewan. Hewan dibudidayakan tapi kemudian dikorbankan untuk kepentingan manusia. Padahal, kepentingan manusia bisa dipenuhi dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan. Saya minta maaf jika tulisan ini mengandung serangan bagi para nelayan atau peternak, para pekerja di rumah makan beserta pemiliknya, para penjual ikan di pasar dan pemotong daging; dan semua yang memang harus mengorbankan hewan demi memenuhi kebutuhan Anda sekeluarga. Saya tidak berdoa untuk kerugian usaha Anda. Saya berdoa keharmonisan dan kesejahteraan semua makhluk dan bumi tempat kita semua bernaung. Untuk itu, kita semua perlu bersama-sama berusaha melihat asupan makanan dan gizi kita.
Bagi mereka yang harus berkaitan langsung dengan pemanfaatan/pengorbanan hewan, saya tidak meminta Anda berhenti, karena itu justru mengorbankan kehidupan Anda. Saya ingin juga para aktifist animal liberation, melihat pendekatan yang menyeluruh dan wajar untuk orang-orang seperti Anda.
Bagi para pemuka agama, “kami” berharap pada Anda untuk menjadi penggerak-penggerak belarasa. Terima kasih telah mengusahakan teladan yang baik untuk relasi yang indah antara sesama manusia dan manusia dengan Tuhan. Tapi, cukupkah itu? Tidakkah sewajarnya Anda, para pemuka agama, merenung lebih jauh, dan merasa lebih dalam. Tempatkan diri Anda pada posisi hewan-hewan. Spontanitas apa yang muncul jika Anda menempatkan diri Anda pada pihak yang dikorbankan padahal tidak bermaksud membahayakan yang lain? Apakah Anda tetap bersikukuh bahwa sudah sewajarnya hewan dimanfaatkan oleh manusia karena posisi manusia sebagai ciptaan termulia, mitra Allah?

Jika prinsip para pemuka agama tetap demikian, mengapa Gary Yourofsky lebih mampu menempatkan diri dan berbela rasa terhadap hewan? Saya tidak tahu apa agama Gary tepatnya, mungkin juga dia tidak beragama sama sekali. Tapi, dia mengakui bahwa dia percaya pada Tuhan, dia mencintai Tuhan. Karena itu, dia tidak mau mengorbankan dan memanfaatkan hewan-hewan yang adalah ciptaan Tuhan. Jika Gary saja yang bukan pemuka agama mampu membuat keputusan demikian sejak dia berusia 25 tahun, mengapa para pemuka agama tidak sampai pada keputusan dan ketetapan hati seperti Gary?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar