Sabtu, 27 Juni 2015
Hari Sabtu sore, seperti
biasa, saat pertemuan untuk kelompok doa walau khusus untuk beberapa orang
saja; pertemuan untuk lebih memantapkan persiapan pada hari Selasa nanti. Saya
pikir-pikir, timbang-timbang, rasa-rasanya, akan hadir atau tidak. Saya tidak
ingin hadir jika hanya akan membawa energi negatif untuk kelompok. Tapi, sepertinya
ada keinginan untuk turut hadir.
Saya akhirnya memutuskan
untuk hadir. Seperti biasa, pada pertemuan hari Sabtu, masing-masing
mendapatkan kesempatan besar untuk berbagi pengalaman. Saya bersedia membagikan
pengalaman saya, di bagian akhir. Sebelumnya, saya mendengar banyak dari
teman-teman saya. Soal kelayakan atau tidak, soal rasa bersalah, dan
sebagainya. Ketika diberi kesempatan, saya mengisahkan perasaan saya yang
sedikit banyak mirip dengan yang juga mereka share. Dari sharingmereka,
saya mendapatkan suatu penguatan. Tidak percuma saya putuskan untuk hadir. Saya
pun membagikan pengalaman saya sambil berharap, saya tidak membagi energi
negatif/pesimis untuk mereka.
Jika mereka mengungkapkan
macam-macam rasa dalam pelayanan, maka saya menyatakan bagian saya. Ketika saya
merasa . . . . . ., maka saya mengatasinya dengan tidak merasakannya sama
sekali. Saya mematikan rasa tertentu untuk bisa pulih. Tapi, . . . harus saya
akui, mematikan rasa justru tidak membawa pemulihan.
Lantas, apakah yang bisa
membawa pemulihan?
Salah satu yang dibutuhkan,
ialah penyingkapan. Ketika saya hadir dalam kelompok, saya mendengar dari salah
seorang yang mendapatkan anugerah visi “ilahi” bahwa dia sementara mendoakan
orang yang tidak percaya. Bagi saya, dalam arti tertentu, sayalah yang
didoakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar