Someday
I debated with meat-eaters. We talked about love to creatures as a way to love
God The Creator. I told about love and taking good care for animals. But then
they said that meat-eater can also go to heaven.
I was
very sure they chose meat-eaters not because of their love to fisherman,
breeder, hunter or butcher or the similar. They just chose meat-eaters because
of their taste or addiction to meat or lack of knowledgement.
Their
argument was very very selfish one. How come the lover of Creator at the same
time was “the killer” of the creatures.
I
agree killing animal is not the same as killing human. But animal feels also
pain, fear, or sadness just like human. I
don’t deny human still can go to heaven though killing animal. But, how selfish
you are while you’re going to heaven in this pilgrimage you keep eating living
beings that only have earthly life. Maybe a pig or a cow will not enter heaven,
so why don’t you let that body enjoys life in this same earth? Why do you make
that body’s life not longer? Naturally an animal can live about 10, 15 or 20
years then why do you make the life only a year or less? Don’t you have many other
choices to survive?
There
is starvation in the world but vegans tell not to eat meat. There are many
unemployees but vegans in a certain way tell no to fisherman, breeder, butcher
and hunter. . . . There are many kinds of oppresion and killing to human beings
but vegans say no oppresion and killing to animals.
But I
don’t wanna blame vegans because they bring basic reason for compassion, love
and sacrifice. They give a solution for hunger, global warming or any
environment’s problems. I don’t blame vegans even I wanna become one of them.
And,
what about the people I mentioned before who must do bad things to animal for a
living? We have to find solutions together.
Sebelum maut menjemput kita, selayaknya kita menjalani hidup
dengan sebaik-baiknya. Tapi, saya saat ini ingin lebih membagikan keinginan
saya, mengenai bagaimana saya pribadi ingin diperlakukan jika “saatnya” tiba. Orang-orang
penting, seperti Jacklien Kennedy Onasis, telah jauh-jauh hari mempersiapkan kematiannya,
bahkan bagaimana posisi peti dan jasadnya diperlakukan. Tapi, yang saya kagum
dan ingin teladani ialah pasangan Fitri Mardjono dan Wiedari Pangesti. Mereka
mewakafkan tubuhnya untuk kepentingan dunia medis; juga mendonorkan matanya
untuk bank mata. Tahun 2009, mereka menandatangani perjanjian dengan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya di hadapan notaris menyangkut niat mulia
mereka. Pada tahun 2011, sang suami, Fitri Mardjono kembali ke pangkuan ilahi.
Maka jasadnya diserahkan sang istri dan anak mereka kepada pihak Universitas.
Ada juga pasangan Soesanto dan Hana Rosilawati yang menandatangani perjanjian
yang sama. Bahkan, niat pasangan ini diikuti oleh anak-anak mereka: Debora dan
Samuel. Bahkan, di negara Wales ada peraturan bahwa mereka yang meninggal,
organ tubuhnya otomatis didonorkan. Meskipun aturan ini masih diperdebatkan
oleh warganya sendiri, saya senang jika saya menjadi warga Wales, karena tidak
perlu repot-repot mengadakan perjanjian dengan notaris.
70 tahun Indonesia ada dalam situasi kemerdekaan. Sedikit
terbayang memang, 100 tahun yang lalu kita masih ada dalam penjajahan Belanda;
tak bebas berkarya, ditindas untuk kepentingan bangsa penjajah, ada dalam
belenggu kemiskinan dan kelaparan.
Bersyukur dan berterima kasih untuk hidup di zaman
kemerdekaan ini. Tapi, apakah saya bangga menjadi orang Indonesia? Jika
perasaan bangga menyiratkan suatu keadaaan nyaman dan cukup dalam hati, maka
saya belum bangga menjadi seorang berbangsa Indonesia. Semoga ini bukan
menyangkut semata-mata nasionalisme atau perasaan kebangsaan saya. Ini tentunya
lebih menyangkut situasi dan cara pandang bangsa Indonesia seumumnya mengenai
dirinya.
Orang Indonesia sering menyatakan diri sebagai bangsa yang
berkeTuhanan, bangsa yang mendasarkan moralitas, ukuran nilai pada agama. Tapi,
sebagian mereka lupa bahwa pengalaman dijajah (oleh Portugis, Belanda-350
tahun, Jepang-3,5 tahun) semestinya membuat bangsa Indonesia peka dengan
model-model penjajahan. Pengalaman dijajah semestinya membuat kita waspada
dengan penjajahan modern yang tetap berlanjut bahkan di era kemerdekaan. Sebagian
kita mungkin bangga sebagai bangsa yang berdasar pada Ketuhanan, tapi tidak
peka pada jeritan makhluk yang juga adalah ciptaan Tuhan. Kita telah dijajah
oleh bangsa lain, tapi kita tidak menyadari bahwa kita sekarang sementara menjadi
penjajah bagi makhluk lain – sesama ciptaan Tuhan.
Mengapa bangsa lain yang tidak begitu menjunjung agama, bisa
peka dan tergerak manakala manusia menginjak-injak kehidupan hewan?
Sering saya muak dengan kebanggaan bangsa saya ini atas
nilai-nilai Ketuhanan. Mengapa? Karena mereka menyatakan bertindak atas dasar
iman akan Tuhan tapi memperlakukan ciptaan Tuhan sebagai komoditas. Lihat saja
apa yang tersedia di atas piring, di pasar-pasar entah tradisional atau modern.
Kita menemukan produk yang berasal dari pengorbanan makhluk-makhluk yang tak
bersalah. Hanya karena mereka tak berakal, kita melanjutkan model penjajahan
lain atas mereka. Inikah sosok bangsa yang berkeTuhanan? Mengapa kita kalah
beradab dari bangsa lain yang katanya telah mengesampingkan agama? Karena dalam
agama manusia memiliki tempat istimewa di mataTuhan? Inikah alasan mengapa
manusia memperlakukan hewan hingga tubuh mereka ada di rak-rak penjualan dan
paket-paket penyedap rasa?
Saya akhirnya harus maklum, semua ini diperlakukan bangsa
saya karena kita “baru” merdeka selama 70 tahun. Bangsa lain yang “lebih”
beradab, sudah merdeka lebih lama. Banyak dari warga mereka sudah bisa peka dan
lebih waspada terhadap bentuk-bentuk penjajahan. Bahkan, bagi mereka kata “penjajahan” tidak hanya berlaku atas
manusia, tapi juga atas hewan. Bangsa
kita masih butuh waktu untuk sadar bahwa penjajahan dalam rupa-rupa bentuk di
atas bumi harus dihapuskan, termasuk di bumi nusantara.
Merdeka bagi bangsaku! Merdeka bagi peradaban kita semua!
Merdeka dari segala bentuk penjajahan!
There is no verse in the
bible that strictly tells us to be vegetarian nor tell us to be meat eaters. Some
tells us it’s okay to eat meat but some tells us not to do that. I can mention
Genesis 1:29-30 or Isaiah 11:6 that guide us to be vegan. But other can say
Jesus’ life that brings us to eat fish and meat.
When I began veganism, I
debated with other about veganism in the bible. Firstly, I didn’t know how to explain
contradiction in the bible about veganism vs meat-eater. I was very sure that
we mustn’t eat meat. As human we must be vegan whatever was written in the
bible. In a harsh way, I wished to tell “you eat all things; you eat
vegetables, you eat meat also; don’t you know your pork is from pig, your beef
and milk are from cow, eggs are from chickens; your meal on your plate is from sentient
beings; they were hurt before you enjoy your meal; if you can eat all things
even being, then eat also your holy bible”.
That was I wished to say,
but I didn’t. I learnt and learn. And I know that we mustn’t understand or find
veganism in the bible. There are verses support veganism and there are also
supporting meat eater. We must see the whole in the bible. I believe that in
the beginning, people were vegan. When people became meat eater God tolerated.
In the bible, people eat meat at Genesis 9:3. God said to Noah about Halal and
Haram. I am sure people could eat meat only because there were not enough vegetables. So, it was in the past. In the present and I
hope in the future also, we have and will have enough choices of vegetables to
make us healthy.
We must remember also that
some values and morality aren’t directly from bible. Example? Trinity, …… I
simply say, there are more. You can mention the other?
Oh, yeah. I can mention
the value or trust: God is love, but in Exodus 4:21 God did harden the heart of
Pharaoh so he didn’t let the Israeli go. So, Value: God is love is not just
directly from bible. It comes from the experience of believers. Value and
morality are also come from the heart of human, not only from the writing and
writer of Holy Bible. After all we did to understand veganism in the Bible,
then the best way is. . . .. . close our
eyes even our bibles, open our heart to the pain of pig, cow, goat, chicken and
all sentient beings that have to be sacrificed for our meals. Are we in the
same situation when bible was written? Must we eat meat to survive? Or just for
our stomach and tongue? Nowadays there are many and enough vegetables for us,
human, to survive and keep healthy
If you do all of them and
try again to find in bible, then eat your holy
.. . . . bible also.
Saya
banyak berjumpa dengan para pemakan daging. Bahkan sebenarnya, sebagian besar
orang di dunia ini adalah pemakan daging. Jadi, tak heranlah jika para pemakan
daginglah yang saya jumpai entah sebagai pengajar, pejabat, imam, dan
sebagainya. Dan, orang-orang itu biasanya menjalankan tugas-tugasnya dengan
baik. Mereka bahkan rela korbankan dirinya demi tugas yang diembannya.
Ketika
saya menempatkan hewan sebagai makhluk yang merasa sakit, takut, dan segala
macam perasaan ketika mereka hendak disantap manusia, saya merasa cinta dan
tanggung jawab para pemakan daging ini belum lengkap. Mereka adalah ibu yang
baik, ayah yang baik, pekerja yang baik, tapi mereka belum cukup baik untuk
hewan. Saya mengerti, mereka seperti demikian karena mereka tidak paham. Ketika
saya berusaha untuk membuka pemahaman mereka, sepertinya saya menjadi orang
yang bersemangat untuk menghadirkan rasa sakit, takut dan derita yang dialami
oleh hewan. Dan saya begitu merasa bahwa mereka perlu tahu bahwa hewan-hewan
tidak selayaknya diperlakukan demikian.
Memang,
para vegan-vegetarian belum tentu orang-orang yang baik dan sempurna dalam
mencintai. Bisa jadi mereka tidak makan hewan tapi mengorbankan manusia atas
cara tertentu. Para pemakan daging belum tentu juga orang-orang yang rakus.
Mereka memang makan daging, tapi justru siap berkorban demi sesamanya manusia.
Maka,
ketika hendak membuka pemahaman orang lain terhadap perlakuan yang selayaknya
atas hewan, kebanyakan orang tidak sampai mengerti. Mereka terlanjur merasa
bahwa perlakuan itu sudah sewajarnya dibuat oleh manusia terhadap hewan. Dari
pengalaman saya selama 5 bulan sebagai vegan (memang beberapa kali bolong
sih.....mmmh, sempat minum madu dan makan mentega, roti), saya tidak merasa ada
yang mau menjadi sama seperti saya.
Saya
tidak mau menyerah membawa pesan vegan ini. Sama seperti saya beberapa tahun
yang lalu pernah mendengar pola hidup dan rasa ini, tapi belum langsung
tergerak; demikian juga orang lain. Mereka mungkin tidak langsung menjadi vegan
karena apa yang saya katakan mengenai hewan. Tapi, pada cara selanjutnya yang
dilakukan oleh orang lain, semoga mereka bisa menjadi seperti saya.
Saya
belum menyangka akan menjadi seperti sekarang, ketika bertahun-tahun yang lalu
menerima ajakan dari seorang pemuda untuk menjadi vegetarian. Tapi 5 bulan yang
lalu, ketika saya melihat pidato dari Gary Yourofsky, saya putuskan untuk
menjadi sama dengan dia (mereka).
I
will not give up.
Tapi,
jujur. Ada saat ketika memberi penjelasan, saya menjadi seorang yang berbeda.
Biasanya saya malu, berusaha sabar dan memahami situasi orang. Tapi, ketika
memberi penjelasan saya sepertinya kehilangan kesabaran. Saya yang benar dan
mereka salah. Ada suatu kesombongan yang saya tampilkan, bukannya bela rasa. Bahkan
ada kebencian karena mereka merasa biasa saja dan berpikir sudah sepantasnya
hewan itu diperlakukan sebagai santapan bagi manusia. Jadi, isu yang saya
sampaikan, adalah isu yang kurang mendesak dibanding pengentasan kemiskinan,
pendidikan, perdagangan manusia, narkoba, PILKADA dan sebagainya. Ada juga yang
langsung membandingkan dengan Yesus. Yesus saja makan ikan, mengapa pengikutNya
tidak?
Hello,
. . . . OMG. Kalau mau buat banding-bandingan, mari kita tambah juga supaya
lebih lengkap. Yesus saja tidak menikah, mengapa kita menikah. Yesus saja
gondrong, mengapa anak-anak pria kita berambut pendek. Yesus dibaptis di sungai
Yordan di usia? . .. Mengapa kita
dibaptis di gereja di usia di bawah 1 tahun. Ingat juga! Yesus menghidupkan
orang mati dan menyembuhkan orang sakit. Kalau mau makan ikan seperti Yesus,
sekalian juga hidupkan orang mati dan sembuhkan juga orang sakit!
Dana,
thank you for your reply to my email. You quoted about doing God’s will not
mine. Your email made me reflect again, but I got new spirit again to do the
same with Gary Yourofsky. Animal liberation is not only my plan or about my
ego. Well, okay; I admit this is also about my ego. But isn’t it good to
support animal liberation whatever my basic plan? Maybe my basic goal is not
pure for animal. At least there are people who wanna help animal including me. I
have my limitations, one of them is I am not pure. But, this is ok than I don’t
do at all.
I
want you to see John 16:12. Jesus said there were still many things he should
say but people weren’t ready yet. So, now is the time. When people support issue
of animal liberation.
I
am sorry to tell about new task. You have done the good one, the inspirational
one. You support people to thank God in any situations, better or worse. But, I
think it’s important to support animal also. I tell you this because have no
channel, I have no friend in this principle. Maybe I have but not many and I
have no community. But you are famous you have network. You can contact with
Gary Yourofsky. See ADAPTT.ORG. Please, think about this value. I hope this is
not a new value. This value existed when God created human. But we, people,
have lost concern about that.
Sometimes
one said to me : Jesus himself ate fish, so why can’t we eat fish. For the
first time I heard this, I was confused I had no answer. But then I can answer now.
It’s true Jesus ate fish. But, remember Jesus raised the dead, He healed the
sick. If you wanna eat fish like Jesus, you have to raise the dead and heal the
sick also.
Kesadaran
ini tidak muncul begitu saja. Kesadaran bahwa binatang juga punya hak hidup
seperti manusia, mulai ada sejak saya kecil. Tapi, ketika itu belum ada niat
untuk mendalaminya apalagi mempraktekkannya. Kini, ketika kesadaran itu
menguat, hati ingin berseru, mengubah segala kebiasaan manusia atas binatang.
Tapi, saya tak tahu mulai dari mana.
Ketika
orang mendengar yang saya dengung dan gemakan, saya tahu pasti sebagian besar
tidak mengerti; atau, ada juga yang mengerti tapi menganggap saya ini aneh. Saya
pikir, saya harus mengambil resiko
seperti ini. Karena masih ada yang lebih keras dan konsisten dari saya. Yang
membuat saya seperti ini, adalah seorang Gary Yourofsky yang rela 13 kali
ditahan demi membela hewan. Dia sebenarnya juga rela mati demi keyakinannya. Sesuatu
yang tidak saya miliki, tapi ingin saya perjuangkan.
Ketika
orang terlanjur terbiasa menyantap hewan, padahal
pilihan lain terbenang luas, tidak mudah membuka mata dan hati mereka untuk
mengarahkannya pada hak-hak hewan. Hati manusia sudah terbiasa melihat
hewan-hewan dalam proses menuju piring untuk kemudian disantap. Ketika video
mengenai siksaan atas hewan saya tunjukkan, sebagian sedikit merasa mual, tapi
kemudian tetap melanjutkan kebiasaan makannya. Sebagian lagi merasa bahwa itu
sudah semestinya. Ada yang menyatakan bahwa di luar negeri, hewan-hewan itu
dilindungi, tapi di sini, wajar saja jika kita menyantapnya.
Saya
bingung, bagaimana menarik orang pada suatu isu mengenai nilai-nilai luhur
perlakuan bahkan hubungan manusia – hewan. Saya heran, mengapa ketika saya
melihat video Gary dan hewan, saya berubah dalam memandang hak hewan, sementara
orang lain tidak tergerak, tidak berubah dalam memahami hak hewan?
Padahal,
sangat besar kemungkinan, ketika manusia menambah perhatian dan kepeduliannya
(terhadap hewan, tidak hanya terhadap sesama dan Tuhan) manusia akan memiliki
dasar yang lebih kuat untuk peduli dan berbela rasa kepada yang lain; manusia
akan menemukan dasar yang lebih dalam untuk keluar dari diri sendiri dan tidak
egois. Ketika manusia sadar akan hak hewan dan memutuskan untuk tidak
mengorbankan hewan demi dirinya, semoga manusia juga makin sadar dan peduli
terhadap sesamanya. Bayangkanlah, ketika manusia begitu peduli kepada hewan
yang berbeda darinya, apalagi terhadap sesamanya; niscaya manusia semakin
peduli.
Memutuskan
untuk tidak lagi menyantap dan menggunakan produk hewan, memang harus dimulai
dari diri sendiri. Tapi, ketika melihat bagaimana pengorbanan hewan tetap saja
banyak, saya tidak melihat bahwa langkah saya ini banyak berpengaruh. Ikan-ikan
di laut tetap saja dipancing, dijual dan kemudian dimakan, meskipun saya tidak
memakannya. Jika saya tidak menikmati santapan dari daging dan ikan, tetap ada
orang lain yang akan menikmati dan menghabiskannya. Sia-sia sepertinya belarasa
pribadi ini.
Akankah
saya tetap tenang menyantap sayur dan buah di atas piring saya sementara saya
tahu di samping saya tetap banyak binatang yang disantap dan harus tersiksa
sebelum itu? Saya merasa tetap menjadi seorang yang egois terhadap
saudara-saudari seplanet ini. Tapi, saya tidak punya teknik dan strategi untuk
menyerukan ini. Mungkin judul tulisan ini sebenarnya voiceless of voiceless
bukannya voice of voiceless.
Tulisan ini bukan pertama-tama ditujukan untuk menyalahkan agama-agama atas
apa yang terjadi terhadap hewan. Faktanya, saya sendiri bersyukur memeluk suatu
agama dan bersandar pada yang maha kuasa. Saya sendiri menjunjung tinggi
Penyelamat saya meskipun tindakan kenabianNya tetap mengandung misteri yang
tidak bisa begitu saja dipakai untuk menolak atau mendukung perlakuan manusia
terhadap hewan.
Tulisan ini mengajak semua pembaca untuk merenungkan kembali tindakan atau
perlakuan Anda terhadap hewan. Hewan dibudidayakan tapi kemudian dikorbankan
untuk kepentingan manusia. Padahal, kepentingan manusia bisa dipenuhi dengan
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan. Saya minta maaf jika tulisan ini mengandung
serangan bagi para nelayan atau peternak, para pekerja di rumah makan beserta
pemiliknya, para penjual ikan di pasar dan pemotong daging; dan semua yang
memang harus mengorbankan hewan demi memenuhi kebutuhan Anda sekeluarga. Saya
tidak berdoa untuk kerugian usaha Anda. Saya berdoa keharmonisan dan
kesejahteraan semua makhluk dan bumi tempat kita semua bernaung. Untuk itu,
kita semua perlu bersama-sama berusaha melihat asupan makanan dan gizi kita.
Bagi mereka yang harus berkaitan langsung dengan pemanfaatan/pengorbanan
hewan, saya tidak meminta Anda berhenti, karena itu justru mengorbankan
kehidupan Anda. Saya ingin juga para aktifist animal liberation, melihat
pendekatan yang menyeluruh dan wajar untuk orang-orang seperti Anda.
Bagi para pemuka agama, “kami” berharap pada Anda untuk menjadi penggerak-penggerak
belarasa. Terima kasih telah mengusahakan teladan yang baik untuk relasi yang
indah antara sesama manusia dan manusia dengan Tuhan. Tapi, cukupkah itu?
Tidakkah sewajarnya Anda, para pemuka agama, merenung lebih jauh, dan merasa
lebih dalam. Tempatkan diri Anda pada posisi hewan-hewan. Spontanitas apa yang
muncul jika Anda menempatkan diri Anda pada pihak yang dikorbankan padahal
tidak bermaksud membahayakan yang lain? Apakah Anda tetap bersikukuh bahwa
sudah sewajarnya hewan dimanfaatkan oleh manusia karena posisi manusia sebagai
ciptaan termulia, mitra Allah?
Jika prinsip para pemuka agama tetap demikian, mengapa Gary Yourofsky lebih
mampu menempatkan diri dan berbela rasa terhadap hewan? Saya tidak tahu apa
agama Gary tepatnya, mungkin juga dia tidak beragama sama sekali. Tapi, dia
mengakui bahwa dia percaya pada Tuhan, dia mencintai Tuhan. Karena itu, dia tidak
mau mengorbankan dan memanfaatkan hewan-hewan yang adalah ciptaan Tuhan. Jika
Gary saja yang bukan pemuka agama mampu membuat keputusan demikian sejak dia
berusia 25 tahun, mengapa para pemuka agama tidak sampai pada keputusan dan
ketetapan hati seperti Gary?
I’d
love to thank You because you replied my email with video the silence of the
yams. Killing there is the same with killing here. I agree with you. But I
always give you the different environment, different situation, different
social. Here we still face one big issue: human liberation. There are many
corruptions, injustice, cruelty for human. It’s difficult to pay attention with
animal liberation. We don’t just face with the taste or choice of food. We face
with the poor fisherman, poor breeders, poor butchers. They can only live with
animal products. We must prepare their earnings if we want to reach vegan
world.
Mr.
Gary, unfortunately, Nick Vujicic is not a vegan. Do you know him? I hope you
can browse. He is a good Christian, a Miracle of God. If he joins, he’ll be a
miracle for animal, not only for human.
Hi Lady. I don’t know whether you are vegan or not. I know
that you disagree with Gary: his misanthropy or any harsh language or
vocabulary he used to tell his extreme opinion. But I understand why Gary
usually uses that kind of vocabulary. He is in the pressure of seeing many
murders, many sacrificed and hurt animals. He is not in the mood to force
people to stop killing or using animal products. So he uses that kind of
vocabulary so that people hear and pay attention his opinion. Maybe one side of
him is narcistic ; he fights for his ego. But, didn’t he do the right thing? Isn’t it great to fight
for animal liberation. For so long people have mistreated animals. Many people
still think it’s ok. But Gary, and other people before him, are in other way. I
agree with Gary and people like him. I just think that we must do holistic approach;
well, the thing I even don’t know how.
If we talk with consumers it’s easy to talk about
exchanging food. But if we talk with the producers such as fisherman or
breeder, we find big problem. We must understand their
situation, their economic life, their living.
Manusia sudah terbiasa
berhadapan dengan hewan. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk
memanfaatkan alam sekitarnya. Hewan juga punya kebutuhan dan kemampuan tertentu
untuk melanjutkan kehidupan di dunia. Ketika manusia berjumpa dengan hewan,
terjadi suatu hubungan.
Biasanya, pada akhirnya,
manusia akan memanfaatkan hewan untuk dimakan, atau diambil apa yang dihasilkan
hewan untuk dikonsumsi manusia. Apakah model hubungan seperti ini yang akan
selalu terjadi? Apakah hewan-hewan hanya ada demi manusia, bukan ada demi
keseimbangan alam itu sendiri? Apakah manusia menikmati keberadaan hewan hanya
dengan cara menyantapnya?
Saya berikan satu
perbandingan mengenai suatu jenis burung. Ada fotografer yang suka mengabadikan
keindahan burung tersebut. Jenis burung tersebut bisa dipotret di Jakarta tapi hanya
jika burung bersangkutan tidak tahu keberadaan sang fotografer; ketika dia
merasa nyaman. Anehnya, di India jenis burung yang sama, dengan mudah difoto
bahkan dengan mudah hinggap di tangan fotografer atau wisatawan manapun.
Burung juga memiliki
psikologi tertentu. Dia akan bersahabat ketika lingkungan terasa nyaman.
Manusia bisa melihat burung tersebut sebagai sahabat yang bisa hinggap di
tangannya kapan saja. Ini akan terjadi jika manusia tidak memburu burung untuk
dikurung atau dijadikan komoditi lain.
Beginilah dunia vegan
ketika hewan bisa dinikmati sebagai teman. Dan manusia tidak ditakuti oleh sang
hewan.
Gary Yourofsky, deep
inside my heart I’ll always thank you for making know about veganism. Honestly,
it’s not so difficult to convert from omnivore to herbivore. But, allow me to
tell you one thing. I saw many of your videos. I saw you spoke behalf of
animals. But, how about breeders, or fisherman or anyone whose earning related
with sacrificed animal.
I saw them in your video.
A man hit calves, a man shot a goat,
But, are they worthy to be
put as monsters. They kill, torture, “rape”, and so on. But they can only do
and understand the kind of earning. Probably they are good fathers and husbands
who love their children and wives most.
I guess we must make a
holistic approachment to reach vegan world. I’m sorry Gary, I am not near you.
I just choose vegan food, shampoo, I wear rubber shoes. But I myself don’t do
holistic approachment. I can only speak the same if I speak to consumer and
butcher, fisherman, breeder . . .. ..
Good morning Mr. Vujicic.
How’s the family? Wife, and litle child. I hope all of you doing fine. I was
very pleased seeing your inspirational video and story. The last time you
visited Indonesia, you were with RCTI tv station. I salute you. You have
disability but you are able to do many things. Thank you giving great spirit to
people like us. You have done good things for Christian values. That’s great
for human and humanity.
Now, I wanna give an ide
for you. You make people realize what they should do for themselves and for
others. Would you do another things too? This is about Animal Right. This is
conected with Gary Yourofsky. If you admit that morality becomes better and
better, I think now you can add your fight to human behaviour with animals.
You have done a great
thing for human. People always do the same with various ways. But, for animal?
. . . . . . Many people used to think
that animals are for meat, fur clothes and so on. Would you like to browse
about Gary Yourofsky and then think of his concern and fighting?
Mr. Vujicic, bad people
usually know their bad habits or they do wrong things for other people. But
what about animals? Even good people think it’s fine to hunt, fishing, kill
animal for human needs . . . .. If you
one of good people who thinks it’s fine to
. . . .. .. . the animals, I hope you browse Gary Yourofsky
and reflect.
Good morning Mr. Gary.
Here I am again. I hope you or your friends or fellows see this. I’ve read you
from ADAPTT. From many writings, I think you are used to face with hunters who
hunt just for fun. But here, I am used to face with hunters who hunt for a
living.; hunting for his or her family too. They hunt really for eating and
other needs. I meet fishermen who also do the same. They live near the sea and
they do fishing to eat and sell fishes.
Well, it’s not difficult
for me to choose vegetables and fruits only. But, what about the others? For
now, I just eat vegetables and fruits.The people I mentioned before are just examples. There
are many people who must conect with animal product for a living.
Would you like to answer
this stressing point? Thank you.
Hello
again, Mr. Gary. I am very pleased and grateful for your email. Though you
think I am naive even you don’t believe if I am a vegan. That’s ok. I become
vegan because of your speech. But I don’t become vegan for you. I become vegan
for the animals.
Well,
thank you very much for your concern that makes me concern about the animals. I
salute you for your commitment, your strict behaviour. Even I adore you. But
one thing I wanna tell you. We have to work together. The omnivora people do
this. They work together. Fishermen/fisherwomen catch fishes. Then others sell
them. Others cook. Lastly, a grandfather, a grandmother, an uncle, an aunt, a
father, a mother, and kids eat. Vegans must cooperate. If PETA doesn’t have
same behaviour with you, I guess you must cooperate with them until we have
same opinion and behaviour to animals. So, one day the vegan world will be
done.
Don’t
you count now? Well thank God, maybe Israel will be the first vegan country in
the world. But, what’s next? How many people become aware of animal’s right? But,
How many people are used to eat meat? I hope I am wrong. I really really, I
swear to GOD I am wrong. We keep trying no matter how long.
At
last, I still wanna ask your opinion. Sorry, I forgot to ask this last time.
What
do you think about people who must catch fishes for a living. What should they
do? What should the poor fishermen do for their families?
Hello
again, Mr. Gary. I am very pleased and grateful for your email. Though you
think I am naive even you don’t believe if I am a vegan. That’s ok. I become
vegan because of your speech. But I don’t become vegan for you. I become vegan
for the animals.
Well,
thank you very much for your concern that makes me concern about the animals. I
salute you for your commitment, your strict behaviour. Even I adore you. But
one thing I wanna tell you. We have to work together. The omnivora people do
this. They work together. Fishermen/fisherwomen catch fishes. Then others sell
them. Others cook. Lastly, a grandfather, a grandmother, an uncle, an aunt, a
father, a mother, and kids eat. Vegans must cooperate. If PETA doesn’t have
same behaviour with you, I guess you must cooperate with them until we have
same opinion and behaviour to animals. So, one day the vegan world will be
done.
Don’t
you count now? Well thank God, maybe Israel will be the first vegan country in
the world. But, what’s next? How many people become aware of animal’s right? But,
How many people are used to eat meat? I hope I am wrong. I really really, I
swear to GOD I am wrong. We keep trying no matter how long.
At
last, I still wanna ask your opinion. Sorry, I forgot to ask this last time.
What
do you think about people who must catch fishes for a living. What should they
do? What should the poor fishermen do for their families?
Hello, Gary Yourofsky. I agree
with you about being vegan. But I don’t agree 100%. You yourself said that I
didn’t need to agree with you 100%.
Well, firstly I wanna say
why I became vegan. About 4 months ago, I saw your video and your opinion. Then
I tried to eat only vegetables and fruits. Until now, I still do the same.
Now, secondly I wanna tell
my disagreement. What about people in Mongol. I heard that they have different
environment so that they cannot be vegan. I live in Indonesia; there are plenty
of fruits and vegetables. And, what about the Eskimos? Can they become vegan?
Mr. Yourofsky, do you know
Elizabet Lizy Velasquez? She has syndrome that her body cannot absorb fat.
Whatever she consumes it cannot make her fat. She is very very skiny. Maybe you
can search youtube and see her. Someone ever uploaded video about her and gave
a title: worst women ever in the world. She must eat every some hours but she
keeps skinny. Can she become vegan or must she become vegan?
And, at last, thirdly. I
guess animals in circus have their presents. They aren’t just hit or whipped. They
have foods, water and living. I think what the animals get in circus is the
same with what children get. If people wanna succeed they have to attempt,
learn, study. If people want to expose their abilities, they must be exposed.
If the animals in circus can expose their abilities, they must be exposed; and
it means they must sacrifice in some levels. Exercise, practice are what
animals must do. It means they must feel some pain, sacrifice.
Well, Mr. Gary, thank you for
what you have done. I don’t eat meat, I don’t use animal products now. Although
it’s hard for me to share veganism to others. Maybe next time you or your
friend or member can come to Indonesia and share your vegan principle.
Kelas yoga yang lengkap, rupanya
mengajarkan muridnya untuk bermeditasi. Salah satu yang penting dalam meditasi
ialah konsentrasi. Pada hari Minggu pagi, guru yoga lebih menunjukkan bagaimana
gerakan yoga yang benar. Itupun diberikan tidak secara intensif, para peserta
tidak dituntun satu demi satu. Jadi,
sebenarnya tidak ada bimbingan untuk meditasi.
Pada akhir latihan bersama, kami
sempat bincang-bincang dengan guru / instruktur. Salah satu teknik yang
diberikannya ialah seorang instruktur keliru jika minta muridnya untuk
mengosongkan pikiran ketika bermeditasi. Yang perlu dibuat, dalam tuntunannya,
ialah murid diajak untuk mengarahkan pikiran pada Tuhan. Jika muridnya Kristen,
dia meminta supaya muridnya mengarahkan pikiran kepada Yesus dan berkata dalam
ketenangan batin: “Yesus, Kaulah segalanya bagi saya; Kaulah ketenangan,
kebahagiaan . . . . . . .”
Tanpa disadari sang guru yoga (yang
bukan Kristen), telah menempatkan dirinya seperti muridnya
yang adalah orang Kristen. Tentu ini tidak masalah bagi sang guru/instruktur
yoga. Dia mengerti dan paham siapa Yesus bagi orang Kristen. Suatu pemahaman
yang kembali mengingatkan orang Kristen bahwa kita memiliki Yesus yang luar
biasa.
Bisa jadi, orang Kristen yang
“terkontaminasi”, merasa tidak cukup puas dengan Yesus. Saya maksudkan
kontaminasi di sini, ialah orang yang mendapatkan ukuran keluhuran, bela rasa,
seakan lebih dalam daripada yang Yesus lakukan dan ajarkan. Coba saja Anda
lihat dan rasakan: ada orang yang menjunjung tinggi hak-hak hewan hingga tidak
mau menyakiti, mengorbankan, apalagi menyantap hewan. Orang sedemikian, jika
dia Kristen, bisa jadi dia tidak akan puas dengan Yesus yang memang menjunjung
tinggi martabat manusia tapi tetap mengorbankan babi ketika mengusir setan,
atau tetap bersama-sama murid-murid yang adalah nelayan.
Bagaimana bisa seorang Kristen
tetap menjunjung tinggi kebebasan hewan sementara Yesus tidak berjuang
sedemikian dalam?
Saya pernah beranggapan, bahwa
Yesus sungguh luar biasa. Meskipun Dia dahulu memang melakukan hal-hal demi
keselamatan manusia, kini kita pun tetap bisa bersandar padaNya jika ingin
konsekuen menjadi vegan dan menyuarakan hak hewan. Sayangnya, anggapan ini
tidak cukup mengajak orang untuk sadar akan hak-hak hewan. Banyak orang
terlanjur berpikir bahwa korban hewan memang sudah sewajarnya. Orang-orang yang
sangat baik, penuh perhatian dsb, bahkan tidak bisa sampai pada penghargaan
atas hak-hak hewan. Menjunjung tinggi hak sesama manusia adalah suatu kesadaran
dan keharusan bagi mereka. Tapi untuk hak-hak hewan.. . ... . . ? Sorry la yau. .. .. . Jauh, jauh dah.
!$@!#$ Itu di luar konteks.
Usai kelas yoga di hari Minggu
pagi, saya berbincang-bincang dengan instruktur/guru. Saya awalnya hanya
menunjukkan gerakan sederhana yang saya peroleh dari Youtube. Dia mengerti
gerakan itu, dan tidak mencegah saya untuk melakukannya sendiri di rumah.
Berarti sah-sah saja jika sehari-hari saya melakukan olahraga yoga dengan
petunjuk video.
Saya tidak tahu bagaimana sampai
kami berbicara mengenai dunia vegan / vegetarian. Rupanya guru yoga kami sudah
menjalani hidup vegetarian selama 19 tahun. Sementara saya, baru kurang lebih 4
bulan menjalaninya. Saya sebenarnya ingin mencari tahu bagaiamana dia dan
kelompoknya menyebarkan pola hidup vegetarian. . . . . Rupanya, mereka tidak
begitu menyebarkan pola hidup ini. Mereka lebih menyerahkannya pada pribadi
masing-masing. Suatu prinsip yang tidak terlalu sama dengan prinsip saya.
Wajar juga jika prinsip mereka
berbeda. Apalagi, setelah dia membeberkan tempat-tempat yang tidak memungkinkan
untuk hidup vegetarian: Mongol, daerah kutub. Saya juga ingat dengan Elizabeth
Velasquez yang terlahir dengan sindrom langka. Tubuhya tidak bisa menyerap
lemak. Saya lupa, dalam jarak waktu sekian jam, dia harus makan setiap harinya.
Pastilah dia mengkonsumsi daging. Itupun tetap saja tidak misa menghindarkan
dirinya dari “kekurusan”.
Tapi, meski dia tergolong pasif
dalam menyebarkan ajaran vegetarian, dia yakin bahwa suatu waktu dunia akan
mengarah pada vegetarian. Ini juga yang memang saya rindukan. Tapi, ketika
menghitung-hitung statistik, berapa orang di dunia ini yang sama dengan saya dan
dia serta kelompoknya? Dari sekian banyak orang yang hidup di dunia ini,
berapakah yang sadar? Sepertinya kami hanyak setetes air tawar di tengah lautan
yang asin.
Jika orang tua Elizabeth Velasuez
dan nenek moyangnya hidup vegetarian bahkan vegan, apakah dia akan terhindar
dari sindrom yang langka?
Jika orang-orang Mongol dan daerah
kutub maupun mereka yang hidup di dekat laut sadar akan pola hidup vegetarian,
apakah tersedia cukup lahan dan sayuran/buah untuk mereka?
Semoga jika nantinya semua sadar akan
keluhuran hidup vegetarian dan menjunjung tinggi bela rasa atas hewan, segala
tantangan dan kekurangan akan tetap terpenuhi
Setiap berjalan sekian meter di
pusat kota, saya menjumpai rumah makan atau restaurant yang menyajikan
rupa-rupa makanan baik yang berbahan dasar hewan maupun tidak. Setiap kali saya
membaca tulisan ayam lalapan, mie
cakalang, sea food, soto, telor, nasi rawon, dsb, saya terpikir pada ayam,
ikan, sapi, dan sebagainya yang pastinya harus mengalami siksaan, ketakutan,
dsb demi memenuhi mulut, lidah dan perut manusia. Untung pikiran ini tidak
sampai pada perasaan saya. Saya memang tidak sakit ketika mereka semua harus
dipelihara, ditangkap, kemudian mengalai pembunuhan. Saya memang masih bisa
makan sayuran dan buah-buahan sendiri di tengah-tengah mereka yang melahap
segala makhluk dalam acara pesta atau syukuran, atau juga acara duka. Saya
tidak seperti Gary Yourosky yang mungkin memiliki rasa yang lebih mendalam dan
memiliki usaha yang lebih keras dalam wadah organisasi animal liberation.
Saya hanya bisa turut berpikir (dan
sebenarnya ingin berseru walau tetap saja diacuhkan) bahwa hewan-hewan ini
memiliki rasa yang sama dengan manusia ketika disakiti, hingga dibunuh.
Bukan hanya manusia yang bisa
merasa sakit dan takut. Hewan-hewan yang disantap, sebelumnya juga
merasakannya. Jika mereka merasakannya, mengapa manusia tetap saja
mengacuhkannya? Apakah makhluk hewan memang diciptakan untuk merasa takut dan
sakit untuk kemudian disantap dan dinikmati manusia? Apakah Sang Pencipta
memang bermaksud untuk rencana yang demikian?
Sementara itu, menurut perhitungan
dan argumentasi para pembela hak hewan, jika semua manusia berhenti
mengkonsumsi hewan dalam bentuk apa saja, masalah kelaparan bisa diatasi
demikian juga dengan pemanasan global.
Saya tidak tahu mengenai kebenaran
argumentasi dan perhitungan mereka. Saya tidak tahu pasti juga bagaimana kaitan
antara hewan – kelaparan – pemanasan global. Yang saya setujui: hewan punya
rasa sakit, hewan mengalami rasa yang sama dengan manusia. Jika demikian,
mengapa manusia hanya memperhatikan rasa antara sesama manusia? Mengapa manusia
hanya menyayangi hewan jika hewan itu satu rumah (kelinci peliharaan, anjing
peliharaan, kucing peliharaan, dsb).
Kurang lebih 3
bulan sebelum peristiwa tragis dialami oleh Angeline Megawe, Persephonee Norma Nefzger Banks
harus mengalami peristiwa yang miris.
Persephonee adalah
bocah perempuan berusia lima tahun, buah hati pasangan Chris dan Amee. Bersama
kedua orang tuanya, Persephonee tinggal di Broocklyn Center, Minnesota (salah
satu negara bagian Amerika Serikat).
Dalam
kesehariannya, Paresephonee dikenal sebagai bocah yang aktif, periang, dan
selalu menjadi penyemangat bagi kedua orang tuanya karena canda tawanya yang
menggemaskan.
Persephonee begitu
mencintai mainan dan video game. Dalam setiap pertemuan dengan banyak orang, ia
selalu memberikan kebaikan yang luar biasa serta senyum dan keceriaan yang
tidak sering ditemui pada banyak anak lain.
Sebagaimana
dikisahkan, kehidupan bahagia keluarga Banks tiba-tiba berubah. Kehidupan
mereka memasuki episode baru, sebuah epsode yang tak mudah. Suatu ketika
Persephonee mengeluh kepada ibunya, Amee, bahwa ia mengalami sesuatu yang aneh.
Menurut dia ada yang tak biasa dengan pernafasannya, sesuatu yang sering
membuat tubuhnya lemas.
Mendengar keluhan
Persephonee, Amee spontan memberikan steroid (jenis hormon yang berguna untuk
memulihkan kondisi tubuh). Amee berpikir, puterinya hanya menderita penyakit
asma pada saluran pernapasan.
Beberapa hari
setelah itu, ketika sedang bermain di rumah, Persephonee tiba-tiba jatuh
pingsan dan tak sadarkan diri. Chris dan Amee panik dengan kondisi putri
kesayangan mereka itu. Tanpa basa-basi, Persephonee langsung dibawa ke rumah
sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Sembari menunggu
hasil pemeriksaan medis, tanpa henti Chris dan Amee berdoa agar tidak terjadi
sesuatu yang buruk dengan putri kesayangan mereka. Meski demikian, kecemasan
dan kepanikan tetap saja menyelimuti Chris dan Amee.
Dokter yang
menangani Persephonee akhirnya keluar dari ruangan pemeriksaan dengan raut
wajah yang datar tanpa ekspresi. Belum sempat menerima pertanyaan tentang
kondisi Persephonee, dokter langsung mengajak Chris dan Amee ke ruangannya.
Dokter itu pun dengan nada terbata-bata memberitahukan penyakit yang diderita
Persephonne.
“Sesuai hasil
pemeriksaan, Persephonee menderita infeksi… streptococcus,” kata dokter dengan
dingin. Dokter itu melanjutkan, “Streptococcus adalah komplikasi radang
tenggorokan yang disebabkan bakteri langka dan mematikan. Tragisnya, hidup
pasien yang diketahui terserang streptococcus tidak akan lama lagi.”
Mendengar
penjelasan itu, degup jantung Chris dan Amee nyaris berhenti. Keduanya shock
dan tak sanggup mengungkapkan sepatah kata pun. Seisi ruangan sejenak membisu.
Nasib Persephonee kini ada dalam ancaman maut. Butir-butir air mata mulai
membasahi wajah Amee. Tak lama kemudian, tangis Amee pecah, sementara Chris tak
henti merangkul dan menguatkannya.
Beberapa jam
sebelum menghembuskan nafas terakhir, Persephonee yang masih berusia lima tahun
meninggalkan wasiat terakhir untuk kedua orang tuanya. Bukan pamit perpisahan
yang keluar dari bibir mungilnya. Bukan ucapan selamat tinggal yang
disampaikannya. Persephonee menghendaki organ tubuhnya hidup dalam diri orang
lain. Dengan ikhlas ia mendonorkan ginjalnya untuk dua pasien yang sudah enam
tahun menderita gagal ginjal.
“Bu, ikhlaskan aku
hidup dalam diri mereka meski mereka bukan aku yang lahir dari rahim ibu. Aku
ingin hidup, tapi mereka lebih membutuhkan aku untuk menyambung hidup.
Ikhlaskan aku Ibu, relakan aku Ayah,” ungkap Persephonee dengan nada haru di
hadapan kedua orang tuanya.
Tapi,
yang tentunya ingin saya ungkapkan di sini ialah kasih dari Chris dan Amee,
yang begitu besar untuk mereka. Demikian besar kasih mereka sehingga mereka pun
ingin Persephonee, sang putri, tetap hidup dalam diri orang lain. Mereka
merelakan sebagian organ tubuh Persephone, didonorkan kepada orang yang
membutuhkan.
Sesuatu yang
berbeda dialami oleh Angeline. Tubuhnya dikuburkan di belakang rumah. Sekitar 3
minggu jasadnya tersembunyi di tanah, dan sepertinya orang yang bertanggung
jawab atas kematiannya, ingin Angeline tidak pernah ditemukan. 3 minggu
terkubur dalam tanah, organ tubuh mana lagi yang masih bisa dibutuhkan oleh orang lain, selain para calon
dokter yang turut serta dalam otopsi jenazah Angeline.
Menyebarkan kabar tentang
vegetarian/vegan kepada orang lain, berarti menyatakan juga mengapa saya tidak tidak
menyantap daging dan ikan, bahkan tidak menggunakan produk-produk yang
mengandung dan berasal dari hewan.
(Seperti ini?)
Artinya: segala jenis hewan, bagi
vegetarian/vegan, adalah makhluk hidup. Mereka punya hak untuk hidup. Ketika
menyatakan alasan ini, orang balik menambahkan; kalau begitu, segala sayur dan
buah juga tidak pantas dimakan. Karena sayur dan buah juga makhluk hidup.
Mereka tumbuh dan berkembang.
Mendengar jawaban balik seperti
ini, rasa-rasanya secara spontan saya akan balik menjawab dengan nada marah: sembarangan
saja Anda berkata seperti itu. Hewan yang lebih dekat ciri-cirinya dengan
manusia saja, biasa Anda santap dan
korbankan. Dan sekarang Anda ingin menyatakan bahwa sayur dan buah juga tidak
pantas disantap?!?!!
Tapi, tentunya saya tidak bisa
menjawab dengan emosi. Nantinya, saya justru mengorbankan perasaan sesama
manusia. Padahal, saya tidak membunuh/ menyantap hewan, karena saya tidak ingin
mengorbankan makhluk hidup. Jadi, sedangkan hewan saja tidak ingin saya
korbankan, apalagi sesama saya: manusia.
Maka, sayapun berusaha untuk tetap
tenang, tidak emosi; dan menjelaskan bahwa manusia yang peka, akan merasakan
bagaimana hewan berusaha melepaskan diri semampunya, ketika manusia menangkapnya.
Bahkan, hewan-hewan tertentu, akan menunjukkan wajah-wajah sedih dan takut
manakala mereka ada dalam sakratul maut , di tangan manusia. Wajah-wajah takut,
sedih, dan sakit yang ada pada sapi, kambing dan sebagainya, mungkin tak ada
pada ikan. Tapi, tetap saja ; ikan juga akan berusaha lepas dari perangkap
untuk bertahan hidup. Yang dilakukan oleh hewan-hewan itu, entah dengan wajah
ketakutan ataupun tidak, dilakukan juga oleh manusia manakala manusia mengalami
ancaman.
Itu tentunya beda dari sayur dan
buah-buahan. Tidak ada sayur atau buah yang lari ketika manusia hendak
memotongnya. Tidak ada dari mereka yang berteriak ketika dikorbankan.
Saya pikir, inilah alasan mengapa
orang-orang yang peka dan sadar akan kehidupan, tetap akan menyantap sayur dan
buah;
Hari Sabtu sore, seperti
biasa, saat pertemuan untuk kelompok doa walau khusus untuk beberapa orang
saja; pertemuan untuk lebih memantapkan persiapan pada hari Selasa nanti. Saya
pikir-pikir, timbang-timbang, rasa-rasanya, akan hadir atau tidak. Saya tidak
ingin hadir jika hanya akan membawa energi negatif untuk kelompok. Tapi, sepertinya
ada keinginan untuk turut hadir.
Saya akhirnya memutuskan
untuk hadir. Seperti biasa, pada pertemuan hari Sabtu, masing-masing
mendapatkan kesempatan besar untuk berbagi pengalaman. Saya bersedia membagikan
pengalaman saya, di bagian akhir. Sebelumnya, saya mendengar banyak dari
teman-teman saya. Soal kelayakan atau tidak, soal rasa bersalah, dan
sebagainya. Ketika diberi kesempatan, saya mengisahkan perasaan saya yang
sedikit banyak mirip dengan yang juga mereka share. Dari sharingmereka,
saya mendapatkan suatu penguatan. Tidak percuma saya putuskan untuk hadir. Saya
pun membagikan pengalaman saya sambil berharap, saya tidak membagi energi
negatif/pesimis untuk mereka.
Jika mereka mengungkapkan
macam-macam rasa dalam pelayanan, maka saya menyatakan bagian saya. Ketika saya
merasa . . . . . ., maka saya mengatasinya dengan tidak merasakannya sama
sekali. Saya mematikan rasa tertentu untuk bisa pulih. Tapi, . . . harus saya
akui, mematikan rasa justru tidak membawa pemulihan.
Lantas, apakah yang bisa
membawa pemulihan?
Salah satu yang dibutuhkan,
ialah penyingkapan. Ketika saya hadir dalam kelompok, saya mendengar dari salah
seorang yang mendapatkan anugerah visi “ilahi” bahwa dia sementara mendoakan
orang yang tidak percaya. Bagi saya, dalam arti tertentu, sayalah yang
didoakan.
Saya memang heran dengan
teman saya yang punya “visi” ini. Dia sepertinya mampu melihat kedalaman orang
lain termasuk saya, tapi tetap melihat saya seperti diri saya yang lama. Tapi,
okelah. Penyingkapan yang ada dalam doanya, akan membawa pemulihan untuk saya.
Peristiwa duka kemarin, berlanjut hingga kini. Jenazah
masih disemayamkan di rumah duka. Seorang ibu yang baik, rajin, karena itu
patut diteladani. Kepergiannya ditangisi oleh banyak orang; tak hanya kaum
keluarganya. Saya membantu memesan dan membawa karangan bunga ke rumah duka.
Saya
pun mendapat SMS pemberitaan proses pemakaman, yakni pada hari sesudahnya.
Kembali saya berencana untuk tidak menghadiri upacara pemakaman. Mengapa?
Apakah saya tidak akan mendoakannya? Oh, ya. Tentu saya akan tetap turut berdoa
untuknya!Tapi, satu hal yang ingin terjadi dengan saya jika saya harus
mengalami kematian seperti dia: saya ingin mendonorkan organ-organ tubuh saya.
Sisanya, saya ingin memberikannya untuk para calon dokter sebagai bahan
praktikum anatomi. Kalau toh dimakamkan, itu butuh waktu lama, tidak langsung
sehari, 2 hari, bahkan seminggu sesudah kematian. Menjadi bahan praktikum, bisa
butuh waktu panjang: mungkin bisa tahunan? Saya tak tahu.
Bagi saya, pemakaman termasuk budaya tradisional yang
tak ingin saya lalui.
Selamat pagi. Kali ini saya ingin share, membagikan pengalaman kecil kemarin; saat saya pikir dalam
kelompok doa, seorang teman akan menanyakan video tentang pengorbanan yang
pernah dia minta. Sebenarnya, sudah ada beberapa video yang saya pikir cocok /
sesuai permintaannya. Tapi, siang harinya saya tetap coba mengunduhnya lewat
youtube. Proses pengunduhan pun selesai.
Sayangnya, video itu tak bisa dibuka di laptop. Aneh juga.
Untunglah, teman saya rupanya belum membutuhkannya ketika kami bertemu.
Hari ini, saya mencoba membuka video itu, tapi terlebih
dahulu saya mengconvertnya dengan
program AnyMP4 Video Converter. .........
Pagi itu, saya sedang mengetik
tata perayaan untuk syukuran yang sangat penting. Datang seorang bapak,
bercerita tentang laptopnya yang bermasalah. Ketika dipasang, laptop memang
hidup dan berproses. Tapi, itu tidak sampai pada tahap penggunaan.
Saya pun merasa bisa
mengatasinya. Masalah seperti itu, biasanya bisa diatasi dengan install ulang. Saya
melanjutkan lagi pengetikan. Laptopnya diserahkan kepada saya. Sesudah menyelesaikan pengetikan, sayapun
kembali berhadapan dengan laptop yang akan diinstal ulang.
Betapa terkejut saya, proses
penginstallan sepertinya tidak bisa berlanjut. Saya rasa, harus menyerah saja.
Saya biarkan proses yang sepertinya tak berlanjut, tapi saya tak matikan laptop .. . . . . . Hingga, sepertinya mukjizat
terjadi.
Sementara pengolahan batu, saya sedikit
berjalan melihat-lihat apa yang ada di samping tempat pengolahan batu. Ada kios
Roti Kebab Turki. Sayapun memesan yang vegetarian.
Roti kebab, bukanlah suatu produk vegetarian.
Kita perlu memesan sejelas-jelasnya supaya makanan itu masuk pada kriteria yang
tanpa mengandung pebunuhan atau penyiksaan atas makhluk yang dikelompokkan
sebagai hewan. Sayangnya, saya tidak mencegah penjaga kios untuk tidak menaruh
mayonais dan keju pada roti pesanan saya. . . . . . . . Mau batal, sudah tidak
bisa. Akhirnya, bolonglah saya pada hari ini, dalam hal vegetarian/vegan.
Sayang sekali , memang. Lain waktu, saya akan
menjadi agen yang lebih konsisten dan berani.
Ketika batu akik mulai
mem-booming, saya tidak merasa perlu
memperhatikan dan mengaguminya. Untuk saya, itu sekedar membuang waktu dan
tenaga. Hingga suatu waktu saya harus menyatakan lain……
Melihat apa yang mereka lakukan, saya juga
ingat pernah menonton di televisi bagaimana cara mendapatkan batu. Orang harus
menggali begitu dalam sekitar 20-an meter; tidak hanya secara vertikal tapi
juga secara horisontal. Saya melihat betapa sulit bahkan bahaya mereka bekerja.
Dalam pemotongan, pengikisan dan pemolesan
batu, ada juga risiko cedera karena alat itu begitu tajam. Maka, sayapun salut
dan mengakui: pantaslah dan wajarlah jika saat ini batu akik itu begitu booming. Keindahan, keuletan, risiko . . . . . . Kita bisa melihat itu semua, bahkan lebih dari sebuah batu.
Kembali dari kebun, sore itu saya menghadiri
ibadah kelompok doa. Ibadah yang penuh keriangan dan keteduhan. ... Hingga
kembali saya mendengar renungan yang ada kaitannya dengan renungan pada Selasa
yang lalu: tentang pencobaan / ujian.
Begitu jujur sang pengkhotbah hingga mengungkapan
pengalamannya sehari-hari. Renungan yang demikian, memang menjadi favorit saya.
Indahnya kejujuran. Tapi kemudian sang pengkhotbah mengungkapkan apa yang saya
akui pada hari Sabtu sebelumnya: saya mengalami cobaan yang begitu kuat untuk
tidak lagi terus menjadi seorang . . . . Saya tidak tahu, entah yang lain sudah
mengetahuinya, atau tidak juga menangkap hal yang sungguh-sungguh benar lewat
sang pengkhotbah. Bagi saya, kalau toh tidak melalui saya langsung, biarlah
mereka mengetahuinya lewat orang atau cara yang lain.
Usai ibadah ini, saya juga tidak memperjelas
apa yang telah diungkapkan oleh pengkhotbah. Yang jelas, mereka toh tetap
menyapa saya seperti cara yang lama. Dan, sayapun diminta untuk membawakan
ibadah duka di rumah salah seorang anggota kelompok doa, sehubungan kematian
ibundanya.
Sayapun bersama-sama kelompok doa ini untuk
menuju rumah duka. Dalam permenungan, saya membawakan suatu renungan yang
jelas-jelas berbeda dari biasanya; karena saya mengungkapkan mengenai kurban
tubuh bahkan ketika sudah meninggal.
Ketika manusia meninggal, sudah menjadi hal
yang umum jika di budaya kita, diadakan upacara pemakaman. Tapi, sekali saya
pernah memimpin acara kremasi. Bahkan, yang saya rindukan ialah bisa memberikan
sebagian tubuh saya sebagai donor untuk orang yang membutuhkan. Sisanya,
dijadikan alat praktikum untuk mahasiswa kedokteran. Inilah yang diistilahkan
dengan cadaver. Selesai dijadikan
alat praktikum, jasad akhirnya dimakamkan. Tapi, saya sebenarnya tak akan
bersedia untuk dimakamkan. Jalan yang terakhir yang bisa dijadikan, ialah
proses plastinasi (mbah google: plastination-dr.Gunther von hagens).
Inilah kurban tubuh yang berharga. Saya
tentunya belum mempersiapkan ini. Ini adalah saat manusia mengalami kematian.
Yang akan saya tempuh dan siapkan saat ini, ialah bagaimana menempuh hidup ini
untuk bisa berkorban dan kemudian dengan percaya diri dan keyakinan,
mengungkapkan keinginan berkorban sedemikian besar: donor organ – cadaver – plastinasi.